Jumat, 26 November 2010

MEMBANGUN SISTEM PENDIDIKAN YANG IDEAL

Hiruk pikuk dunia pendidikan di Indonesia pada bulan ini terlihat dalam rangkaian perayaan Hari Guru Nasional yang senantiasa diperingati pada setiap tanggal 25 November, ini terlihat dari berbagai macam acara untuk memperingatinya. Pada tahun ini, tema sentral yang diambil dalam perayaan ini adalah “Memacu Peran Strategis Guru dalam mewujudkan Guru yang Profesional, Bermartabat, dan Sejahtera” dan Subtema adalah “Meningkatkan Profesionalisme, Kesejahteraan, dan Perlindungan Guru melalui Organisasi Profesi Guru yang Kuat dan Bermartabat”.
Kalimat-kalimat di atas adalah jargon tentang usaha bagaimana menjadikan guru mempunyai peran yang penting dalam mencerdaskan generasi berikutnya dengan jalan menjadikan guru sebagai sebuah profesi yang bermartabat dan menyejahterakan. Jargon ini yang senantiasa disampaikan kepada guru yang merupakan pendidik-pendidik dari generasi-generasi muda berikutnya.
Memang ada beberapa hal terkait dengan persoalan guru atau pendidikan secara umum. Guru seakan-akan merupakan penanggungjawab utama baik buruknya generasi muda. Hal ini dilakukan dengan memberikan iming-iming kata-kata kesejahteraan yang bahkan bagi beberapa guru hal tersebut tidak pernah mereka rasakan. Jangankan merasakan, karena hal tersebut merupakan angan-angan yang jauh dari kenyataan. Di sisi lain, dengan kampanye peran guru berbanding lurus dengan kesejahteraan maka, banyak pula guru-guru yang kadang orientasi utamanya bukan dalam rangka mendidik akan tetapi dalam rangka menetapi kebutuhan dia dalam mendapatkan kesejahteraan.
Belum lagi kalau kita melihat output dari pendidikan saat ini yang sangat jauh dari harapan untuk menjadi manusia-manusia berkualitas. Karena terbukti sekarang banyak sekali orang pintar, pandai akan tetapi kepribadiannya cacat karena dia seorang koruptor, mafia hukum. Tentunya dalam peringatan hari guru ini kitapun bertannya, bagaimana sebenarnya peran guru dalam membentuk generasi muda yang berkepribadian yang benar? Salahkah sistem pendidikan kita? Sehingga output pendidikan sangat jauh dari harapan???

Potret Guru dan Pendidikan di Indonesia

Dunia Guru dan Pendidikan di Indonesia selalu menjadi sorotan masyarakat terutama berkaitan dengan sistem penyelenggaraan pendidikan nasional. Berulangnya hari pendidikan nasional maupun hari guru nasional rupanya tidak merubah kondisi dunia pendidikan di Indonesia. Slogan-slogan yang dimunculkan dalam peringatan-peringatan tersebut hanyalah sebuah kata-kata manis yang berupa khayalan belaka yang tidak pernah dapat diwujudkan.
Pelayanan pendidikan nasional belum menjangkau seluruh masyarakat khususnya masyarakat miskin, di mana sebagai contoh program yang digembar-gemborkan bahwa pendidikan gratis dengan adanya BOS dan BOP juga tidak bisa dirasakan oleh semua masyarakat. Sebagai contoh kasus yang terjadi di Jakarta, sebanyak 117 siswa TKBM mengaku tidak merasakan bantuan dana dari pemerintah ini yang seharusnya menjadi hak mereka (Pos Kota: 2 Maret 2010). Fakta ini merupakan 1 contoh dari sekian banyak kasus penyelewengan penggunaan dana BOS dalam kegiatan pendidikan di negeri ini. Hal inipun tentunya memperkuat anggapan bahwa negara belum bisa memenuhi kebutuhan pendidikan kepada seluruh warga negara walaupun konstitusi sudah mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapat pendidikan dari negara. Begitu juga dengan kondisi guru yang di beberapa tempat sangat memprihatinkan, hal ini tentunya sangat berbeda sekali dengan kondisi guru pada masa kejayaan islam, dimana guru sangat dihargai jasa-jasanya baik itu pengajar umum atau pengajar agama.
Adapun terkait dengan kualitas pendidikan, sesungguhnya kualitas pendidikan sangat ditentukan pada manajemen penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan pada jaman kolonial hanya diberikan kepada para penguasa serta kaum feodal saja, sementara itu pendidikan rakyat hanya sampai di sekolah-sekolah kelas 2 atau ongko loro. Standar yang dipakai untuk mengukur kualitas pendidikan rakyat pada waktu itu diragukan, karena sebagian besar rakyat tidak memperoleh pendidikan secara layak. Kondisi seperti ini berkembang hingga masa orde lama, pendidikan dimasuki oleh politik praktis atau mulai dijadikan kendaraan politik sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan Orde Lama.
Sedangkan pada masa Reformasi, bidang pendidikan bukan lagi tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem sentralisasi ke desentralisasi telah membawa konsekuensi-konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Pergantian rezim ternyata tidak membuahkan hasil yang signifikan terhadap kualitas pendidikan di Indonesia, justru pendidikan nasional semakin kehilangan arah tujuan yang hendak dicapai. Salah satu produk yang membuat kualitas pendidikan buruk adalah penetapan bahwa badan pendidikan bukan merupakan badan publik yang mestinya dapat diakses oleh semua orang, akan tetapi malah menjadi badan hukum profit yang memprioritaskan pada keuntungan. Juga berkaitan dengan adanya sistem seleksi dalam setiap jenjang pendidikan yang menjadi jalan bagi pemerintah secara legal membatasi masyarakat untuk mendapatkan haknya dalam bidang pendidikan.

Buah Hasil Bobroknya Gaya Pendidikan Kapitalisme
Dipungkiri atau tidak, bahwa paradigma pendidikan yang saaat ini berjalan adalah paradigma kapitalisme. Karena disadari atau tidak bahwa orientasi pendidikan di negeri ini sedikit banyak untuk mencari keuntungan, hal ini bisa kita lihat dalam beberapa kebijakan pemerintah yang justru mengarah pada swastanisasi pendidikan seperti munculnya UU BHP yang secara jelas mendukung pada arah komersialisasi pendidikan sebagaimana yang dikehendaki kapitalisme.
Gaya Pendidikan Kapitalisme lainnya yang diikuti oleh negeri ini dalam dunia pendidikan adalah dengan pengiriman mahasiswa-mahasiswa ke luar negeri untuk melanjutkan studi di negeri-negeri Barat. Secara kasat mata memang tidak ada yang salah kalau menuntut ilmu sampai pada negara-negara Barat. Yang menjadi pertanyaan adalah mahasiswa-mahasiswa negeri ini dikirim untuk mempelajari dan memahami peradaban-peradaban barat. Tujuannya adalah supaya hegemoni peradaban barat senantiasa dihembuskan kepada para mahasiswa yang belajar tentang peradaban-peradaban barat yang selanjutnya akan menjadi da’i dari peradaban barat di negerinya sendiri. Kalau memang mau konsisten ingin meningkatkan science maka seharusnya mahasiswa dikirim ke barat dalam rangka untuk mempelajari science dan teknologi. Hal ini tentunya akan menjadikan negeri-negeri berkembang akan menjadi segeri yang semakin maju science dan teknologinya.
Hal ini menunjukkan bahwa gaya pendidikan kapitalisme mengarahkan kepada negeri untuk menjadi pembebek ideologi kapitalisme, menjadi penyambung lidah peradaban kapitalisme untuk menancapkan hegemoni pemikiran dan peradabannya di dunia termasuk bagi kaum muslimin.
Penerapan gaya pendidikan kapitalisme ini akhirnya menghasilkan output-outpout pendidikan sebagai pengikut atau pendukung kapitalisme/liberalisme. Banyak contoh menunjukkan bagaimana pendidikan saat ini tidak mampu untuk mengatasi pembangunan akhlak dan kepribadian pemuda-pemudi di Indonesia. Dimana-mana banyak aborsi, tawuran, free sex, drugs, dan sebagainya. Kita lihat pula berapa banyak orang-orang pintar dan pandai akan tetapi dia menjadi pencuri berdasi alias koruptor. Hal ini tentunya menunjukkan bagaimana bobroknya sistem pendidikan saat ini yang seharusnya menjadi catatan kita bersama.

Membangun Sistem Pendidikan yang Ideal

Fakta-fakta kebobrokan dalam sistem penyelenggaraan pendidikan saat ini membuat kita perlu bertanya, apakah sistem penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada masyarakat bisa diwujudkan? Jawabnya tentu bisa, asalkan dengan ketentuan dan aturan yang benar bukan aturan dan ketentuan yang dibuat-buat berdasarkan kepentingan.
Sistem penyelenggaraan pendidikan secara garis besar hanya meliputi dua hal, yaitu berkaitan dengan sistem pengelolaan administrasi pemenuhan pendidikan dan substansi kurikulum pendidikan. Dua hal inilah yang menjadi persoalan utama dalam membangun dunia pendidikan saat ini.
Pertama, membangun sistem pengelolaan administrasi dan penegakan dalam pemenuhan hak pendidikan. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat. Pendidikan merupakan hak bagi masyarakat, dengan arti bahwa masyarakat berhak untuk menanyakan dan menuntut hak yang seharusnya diperoleh dalam dunia pendidikan. Sedangkan kewajiban negara untuk memenuhinya adalah usaha negara dalam mewujudkan dan melaksanakan kewajiban terhadap pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat yang salah satunya adalah kebutuhan pendidikan. Hal ini sebagaimana sabda oleh Rasulullah saw. :
“Setiap imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, maka ia akan diminta pertanggung jawaban terhadap tanggungannya.”
Berkaitan dengan hal ini, keberadaan negara dan jajarannya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pendidikan. Pemenuhan kebutuhan pokok oleh negara ini adalah merupakan pelaksanaan dari hukum syara’, yang harus disertai dengan metode pelaksanaan dan metode penegakannya. Ketika syara’ sudah menetapkan bahwa pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat wajib bagi negara, maka negara harus sudah memikirkan bagaimana pemenuhan kebutuhan itu berkaitan dengan anggaran, sarana prasarana dengan sumber-sumber yang jelas, bukan hanya sekedar manis dalam aturan saja. Misalkan di dalam sistem Islam, anggaran pendidikan merupakan kebutuhan masyarakat umum maka pos anggaran yang dialokasikan adalah dari harta kepemilikan umum yang peruntukannya memang untuk kepentingan umum termasuk di dalamnya untuk pemenuhan pendidikan. Demikian pula dalam metode penegakkannya, jika melihat aparatur negara/pemimpin suatu daerah tidak memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, walaupun hanya satu orang, maka pemimpin di daerah tersebut harus dimintai pertanggung jawaban atas apa yang sudah diperbuat dan dapat diajukan ke pengadilan.
Kedua, substansi kurikulum pendidikan. Substansi kurikulum pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk kepribadian yang benar bagi anak didik dan membangun keahlian/ketrampilan yang dapat digunakan dalam menjalani kehidupannya kelak. Dua tujuan inilah yang harus menjadi simpul dalam kurikulum sebuah sistem pendidikan. Membentuk kepribadian Islam ini berkaitan dengan penguatan akidah Islam dan kebiasaan untuk terikat dengan hukum syara’, ini bertujuan untuk membuat anak didik memiliki ketaqwaan kepada Allah swt. yang menjadi perisai dalam menjalani kehidupan di dunia dan bekal di akhirat. Sedangkan keahlian dan ketrampilan merupakan kebutuhan untuk memberikan bekal skill bagi anak didik agar dapat mendukung kemandirian dalam menjalani kehidupan di dunia.
Beberapa hal inilah yang seharusnya diperhatikan oleh negara berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan. Dunia pendidikan jangan sampai dijadikan sebagai kelinci percobaan dalam setiap kebijakan-kebijakannya, karena rakyatlah yang pasti akan menderita. Membangun sistem penyelenggaraan pendidikan yang baik dan benar hanya dapat diwujudkan dengan sistem yang telah teruji, terbukti dan hanya berpihak kepada kepentingan rakyat, yaitu dengan sistem Islam bukan yang lain. Waallahu a’lamu bishawab.

Rabu, 17 November 2010

MENELADANI KETAATAN IBRAHIM SEBAGAI TONGGAK KEBANGKITAN ISLAM

Hari raya Idul adha telah tiba. Gemuruh takbir, tahmid dan tahlil kembali bergema memuji kebesaran dan keagungan Allah SWT. Gemanya mencairkan kebekuan jiwa manusia yang mati dan memperkuat hati orang-orang yang beriman. Betapa agungnya hari ini, hari dimana kita diingatkan kembali dengan kisah monumental tentang keimanan Nabiyullah Ibrahim as dan putranya Ismail as dalam menjalankan perintah Allah. Sebuah teladan pengorbanan yang patut kita contoh untuk menunjukkan arti sebuah ketaatan yang seharusnya ada pada diri seorang hamba kepada Al Khaliqnya, Allah aza wa jalla. Sekaligus menjadi perenungan bagi kita seberapa besar kesediaaan kita untuk berkorban apa yang kita miliki sebagai konsekuensi dari keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah.
Ketika Nabi Ibrahim as menerima wahyu dari Allah untuk menyembelih putranya Ismail bukan hal yang mudah bagi beliau untuk menjalankan perintah ini. Karena bagaimana pun, nabi Ibrahim adalah seorang ayah yang sangat mencintai dan menyayangi putranya Ismail. Ismail adalah buah hati yang telah didambakannya selama hampir seratus tahun. Ismail telah mendatangkan kegembiraan dan kebahagiaan dalam kehidupan nabi Ibrahim. Akan tetapi, tanpa disangka-sangka wahyu Allah SWT melalui mimpi turun kepada nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail.ibrahim berkata:
“Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “ Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu “.(QS.Ash shoffat:102).
Allah tidak membiarkan utusanNya berada dalam keraguan. Petunjuk Allah datang melalui anaknya ismail yang dengan teguh meyakinkan ayahnya untuk tidak ragu-ragu dalam menjalankan perintah Allah. Ismail berkata: yaa abatil if’al tu’mar “Wahai ayahanda tercinta, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk hamba yang sabar”.(QS.Ash Shoffat 103).
Sungguh dunia telah menyaksikan sebuah kisah yang mengharukan antara ayah dan anak yang saling menyayangi rela berpisah demi cintaNya kepada Allah.Nabi Ibrahim telah memberi teladan kepada kita bahwa saat perintah allah datang dimanapun, dan kapan pun al kudhu’(ketundukan), ridha(keikhlasan ,kerelaan) dan taslim(kepasrahan) seharusnya mampu dihadirkan pada diri seorang hamba sebagai konsekuensi keimanannya kepada Allah. Cintanya kepada Ismail tidak menjadikan nabi Ibrahim melupakan hakikat keberadaannya sebagai seorang hamba yang harus taat kepada Sang pencipta.Untuk mengabadikan kisah ini Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk mengingatnya dengan diyariatkannya menyembelih hewan qurban. Hanya saja Qurban sebagaimana yang kita lakukan setiap Idul adha ini, agaknya oleh sebagian besar umat Islam dipahami hanya sebatas aktivitas rutin memotong hewan ternak saja tanpa disertai aktivitas merefleksikan ibroh terhadap kisah nabi Ibrahim dan Ismail yaitu membentuk jiwa berkorban demi ketaatan kepada Allah SWT .



Kapitalisme menumbuhkan penghambaan kepada Ismai-Ismail yang lain.
Umat Islam saat ini sedang mengalami problem yang sangat berat baik secara fisik dan non fisik. Secara fisik sejak runtuhnya Daulah Khilafah Usmaniyah Turki, umat Islam terpecah-pecah menjadi lebih dari 50 negara-negara kecil. Ukhuwah Islamiyah(persaudaraan Islam yang terbentuk karena ikatan aqidah) antara kaum muslimin yang seharusnya terwujud secara nyata dalam satu kepemimpinan sekarang tidak ada lagi. Kepekaan kepada saudara-saudara muslim satu dengan yang lain mulai luntur dan tergantikan dengan ukhuwah kufriyah (persaudaraan kufur yang terbentuk karena azas manfaat. Secara non fisik, umat Islam mengalami kemunduran yang sangat terhadap pemahaman aqidah Islamnya. Sebab sejak tidak adanya kehidupan Islam, umat tidak lagi terbina keterikatannya kepada aqidah dan hukum Islam secara praktis dalam kehidupannya. Akibatnya racun-racun pemikiran sesat Barat dengan mudah merasuk ke tubuh umat. Dan racun yang paling dahsyat adalah kapitalisme dengan azas manfaatnya. Gambaran dahsyatnya kehidupan akhirat sebagai bagian dari keimannya kepada Allah SWT tidak lagi menghunjam dalam diri kaum muslimin seperti yang pernah dimiliki oleh generasi shahabat dahulu. Pandangan kaum muslimin terhadap kehidupan ini telah tergantikan dengan kehidupan yang sarat dengan nilai-nilai materi semata jauh dari nilai-nilai ukhrowi (kehidupan akhiratnya). Misalnya, Menghamba kepada materi, gaya hidup hedonis, dan suka berfoya-foya. Kebahagiaan dalam hidupnya hanya diukur dengan nilai materi jauh dari standar kebahagiaan yang telah ditetapkan dalam islam, yaitu meraih keridhoan Allah SWT. Maka tidak salah jika dikatakan bahwa umat Islam saat ini telah terjebak kedalam jerat-jerat kapitalisme tanpa disadarinya. Padahal Allah SWT telah berfirman: “Jika bapak-bapak, anak-anak,asaudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya dan jihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”(QS. At Taubah:24).
Imam Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini menghubungkan peristiwa yang terjadi pada zaman Nabi seperti yang diriwayatkan Imam Ahmad. Dia berkata bahwa Umar bin Khattab ra. Berkata kepada Rasulullah SAW : “ Demi Allah, ya Rasul sungguh engkau paling aku cintai daripada segala sesuatu kecuali diriku sendiri.” Rasulullah Saw bersabda: “tidaklah seseorang beriman samapi aku lebih ia cintai daripada dirinya sendiri”. Begitu mendengar sabda Rasulullah tersebut, Umar pun berkata: “demi Allah aku mencintai engkau daripada diriku sendiri”.
Juga Rasulullah bersabda: “ demi jiwaku yang ada dalam genggamanNya, tidaklah seorang beriman samapi ia lebih mencintaiku daripada orangtuanya, naknya dan seluruh manusia”. (HR.Bukhori).
Selain itu adanya ancaman dalam ayat ini:….. maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya” merupakan indikasi tentang wajibnya mengorbankan segala sesuatu demi ketaatan kepada allah dan Rasul, dan jihad di jalan Allah. Saking tegasnya, sampai-sampai Imam Zamakhsyari menyebut dalam Tafsir Al Khasyyaf: “ayat ini ayat yang paling tegas , engkau tidak akan melihat ayat yang lebih tegas darinya”. Jelaslah pengorbanan hanya dalam rangka ketaatan dan untuk Ismail apapun siap untuk dikorbankan. Siapakah ismailmu itu? Ismailmu adalah setiap sesuatu yang menghalangi imanmu, setiap sesuatu yang menghalangi untuk taat, setiap sesuatu yang membuat engkau hanya memikirkan dirimu sendiri, setiap sesuatu yang membuat engkau tidak dapat mendengar perintah Allah dan menyatakan kmebenaran, setiap kenikmatan yang membuat engkau terlena, setiap sesuatu yang membuatmu mengajukan alasan-alasan untuk menghindari tanggung jawab. Korbankanlah ismailmu niscaya keridhoan Allah akan senantiasa menyertai langkah kita dalam kehidupan ini. Karena disinilah letak kebahagiaan seorang muslim yang bermabda’ islam . Firman Allah SWT ‘Sungguh kehidupan akhirat itu lebih baik bagimu dari pada dunia” . (QS. Adh Dhuha:4)
Oleh karena itu himmah dan perhatian seorang muslim tidak lain adalah akhirat. Bukan berarti dia melupakan dunia dengan hidup menyendiri di hutan-hutan /gunung-gunung. Tidak! Justru seorang muslim yang cinta kepada Allah akan turun ke kancah kehidupan dunia dengan bekal iman dan taqwa serta jiwa istiqomah dengan pemahaman yang jernih tentang konsep hidup islami, membongkar semua faktor perusak kehidupan masyarakat kemudian membangun kehidupan dengan konsepsi yang benar sesuai dengan syariat Allah. Dan puncak dari aktivitas kehidupan dunianya adalah semata-mata untuk meraih keridhoan Allah SWT sebagai bekal sukses hidup akhirat. Lebih dari itu, cinta dunia dan takut mati adalah penyakit yang sangat membahayakan eksistensi umat ini dan menjadi salah satu sebab dihinakan dan dicabik-cabiknya umat ini oleh bangsa-bangsa dan umat lain. Dan sungguh kita telah berada pada malapetaka besar, berdiri di tepi jurang kobaran api yang dinyalakan oleh orang-orang kafir untuk menjerumuskan dan membakar kaum muslimin sampai islam benar-benar hancur.
Pengorbanan dalam dakwah
Wahai kaum muslimin kisah teladan pengorbanan Nabi Ibrahim dan putranya Ismail ini harus menjadi perenungan bagi kita semua untuk mengembalikan eksistensi umat Islam di kancah perpolitikan internasional. Perhatikanlah keadaan kaum muslimin ketika masa Rasulullah benar-benar berada pada puncak kejayaannya. Kehidupan yang menegakkan aturan allah SWT dalam semua aspek kehidupan (politik, pendidikan,ekonom,dll) telah menghantarkan mereka menjadi umat yang unggul.
Sebagaimana firman Allah: “ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah SWT.(QS.Ali Imron :110)
Sungguh tiada pilihan lain bagi umat saat ini untuk menyadari bahwa umat Islam akan bangkit dengan terwujudnya kembali kehidupan dan peradaban masyarakat yang menerapkan system islam dalam semua aspek kehidupan. Dan tentunya keadaaan ini tidak akan muncul secara instan dan otomatis tanpa ada perjuangan yang terus menerus untuk merubah dan membentuk kesadaran umat agar kembali kepada kehidupan Islam. Tidak lain upaya yang terus menerus yang dimaksud adalah dengan menegakkan aktivitas dakwah seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Hanya saja yang perlu dipahami di sini bahwa dakwah untuk mengembalikan kehidupan Islam bukan usaha yang memerlukan waktu singkat dan bisa dikerjakan oleh sedikit orang. Selain itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk memberikan kontribusinya ikut ambil bagian dalam dakwah ini. Sebab jika tidak maka Allah akan menggantikan kalian dengan generasi yang lebih mulia, lebih berani dan bersedia berkorban apa pun untuk tegaknya masa depan islam. Kenistaan dan azab yang pedih akan dilimpahkan Allah bagi mereka yang berdiam diri dan tidak mau perduli. Sebagaimana firman Allah:
”……………jika kamu berpaling, sebagaimana kamu berpaling sebelumnya maka pastilah ( Dia) mengazab kamu dengan azab yang pedih”. (Qs.Al Fath:16).
“………………..dan janganlah kamu berpaling, maka pasti Ia akan menggantikan (kedudukan) kamu dengan kaum yang mereka itu tidak seperti kamu (ini)”. ( QS. Muhammad :38)
Ketahuilah bahwa dakwah mengembalikan kehidupan islam merupakan kerja keras dan kerja bersama. Masing-masing kita selayaknya menempatkan diri dalam posisi yang terbaik. Mereka yang berharta banyak, jadilah pendukung aktivitas dakwah, minimal dengan hartanya. Mereka yang jadi pemimpin masyarakat, jadilah penyeru Islam dan pencegah kemungkaran. Mereka yang dikaruniai akal yang cerdas dan pintar gunakanlah semua karunia Allah itu untuk kemaslahatan dakwah dan kemuliaan umat. Atau jika tidak memiliki semuanya minimal waktu dan tenaganya dicurahkan untuk dakwah ini. Yang jelas siapa pun kita, semuanya mampu memberikan kontribusinya dengan aktif untuk ikut ambil bagian dalam dakwah ini. Inilah pegorbanan seperti yang telah dicontohkan dalam kisah nabiyullah Ibrahim as dan putranya Ismail as demi ketaatannya kepada Allah SWT. Pengorbanan dalam dakwah juga banyak kita lihat pada diri shahabat ketika mereka bersama-sama Rasulullah SAW menegakkan dakwah ini. Shahabat Mus’ab bin Umar, Saad bin Abi waqas yang rela meninggalkan kecintaan kepada ibunya demi memenuhi panggilan Allah dan RasulNya. Abdurahman bin Auf patut menjadi teladan bagi kaum muslimin yang memiliki banyak harta bahwa kemewahan dunia yang diberikan Allah tidak membuat Abdurahman menjadi orang yang gila harta. Sebaliknya beliau selalu menjadi pelopor shahabat yang menginfakkan hartanya untuk perjuangan jihad fii sabillah. Dan sungguh masih banyak teladan yang lain yang patut kita contoh tentang kerelaannya berkorban untuk dakwah Islam.
Oleh karena itulah kaum muslimin harus segera bangkit berusaha untuk membebaskan umat ini dengan menampilkan diri sebagai umat yang terbaik yang dimuliakan Allah SWT yang memiliki aqidah yang jernih dan kuat. Karena dengan aqidah ini Allah berkehendak menjadikan umat ini memilki harga diri, kemandirian, sanggup membebaskan diri dari kepungan dan rencana jahat musuh musuh islam serta mampu meraih kedudukan sebagai saksi atas seluruh umat manusia. Dan jika kita tidak bergerak sedikit pun dengan seruan ini (seruan Allah dan rasulNya) maka hujjah apa yang akan kita sampaikan di hadapan Allah SWT kelak?
Wallahu’alam bi showab

Kunker ke Luar Negeri para Anggota DPR

Data yang dipublikasikan FITRA sesuai daftar isian pelaporan anggaran (DIPA) kementerian/lembaga dan DPR mencatat bahwa anggaran yang disediakan negara untuk membiayai perjalanan dinas rutin yang dilakukan Pemerintah dan DPR pada tahun 2010 mencapai Rp 19,5 triliun. Anggaran tersebut disiapkan untuk keperluan kunjungan kerja ke luar negeri presiden, kementerian/lembaga negara non kementerian, dan DPR. Anggaran itu terlalu besar bahkan enam kali lipat lebih dari dana yang dianggarkan untuk bencana yaitu Rp 3 triliun (Suara Karya, 23-10-2010). Bagi pemerintah dan DPR, ternyata kunker ke luar negeri lebih penting daripada penanganan bencana di dalam negeri. DPR sebagai sebuah lembaga wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat seharusnya lebih mengutamakan urusan rakyat daripada kepentingannya sendiri. Dengan kata lain, bagi anggota DPR jalan-jalan ke luar negeri lebih menarik daripada memperhatikan kesehatan dan kesengsaraan rakyat yang terkena bencana.

Seputar Kunjungan Kerja Ke Luar Negeri

Sebagian besar anggota DPR menyatakan sangat perlu mengadakan kunjungan ke luar negeri dalam rangka untuk studi banding atau belajar yang hasilnya nanti untuk kepentingan rakyat. Namun bila kita melihat fakta kunjungan kerja ke luar negeri yang sering dilakukan anggota dewan tidaklah membawa dampak yang signifikan terhadap kemaslahatan rakyat di negeri ini.
Seorang mantan anggota dewan yang tidak bersedia dipublikasikan namanya menyampaikan bahwa jika ada jadwal kunjungan ke luar negeri, saatnya untuk bersuka cita, kenapa? Setiap melakukan kunjungan kerja, pasti tiap anggota dewan mendapatkan uang saku yang tidak sedikit jumlahnya tergantung pada jauh atau dekat jarak tempat yang dituju. Selain itu mereka akan mendapatkan fasilitas akomodasi dan penginapan kelas bisnis. Waktu kunjungan kerja yang seharusnya dipergunakan dengan optimal untuk belajar, ternyata hanya 30% yang benar-benar dipergunakan untuk kunjungan kerja atau studi banding, sisanya 50% untuk jalan-jalan, dan 20% untuk belanja.(www.detik.com,13/2/2010)
Fakta lain yang tidak kalah memprihatinkan adalah bahwa setiap kunjungan kerja, semua anggota dewan diperbolehkan mengajak anggota keluarga tanpa dibatasi jumlahnya. Sebagaimana disampaikan oleh M. Toha, anggota Badan Urusan Rumah Tangga DPR “Tidak ada yang melarang membawa keluarga dalam kunjungan kerja. Masing-masing anggota DPR khan mendapat uang saku selama kunjungan kerja, terserah mau dipakai berapa orang.” (www.detik.com,9/8/2010). Waktu kunjungan kerja benar-benar tidak digunakan untuk belajar bagi anggota dewan, namun pastinya mereka gunakan untuk jalan-jalan/refreshing…bagaimana mau serius belajar bila anak dan istri juga ikut serta ???

Kunjungan kerja anggota dewan yang sampai saat ini masih banyak disorot oleh berbagai pihak termasuk sebagian besar elemen masyarakat adalah studi banding atau kunjungan kerja anggota DPR ke Yunani. Kenapa menjadi sorotan bahkan pergunjingan banyak pihak ? Saat ini Allah SWT sedang menguji rakyat Indonesia dengan datangnya tiga bencana alam yang besar, yaitu banjir di Wasior Irian Barat, Gempa dan Tsunami di Kepulauan Mentawai, serta Gunung Merapi yang tidak henti-hentinya meletus mengeluarkan abu, lahar dingin, dan lahar panas. Namun di tengah bencana, Presiden masih tetap melaksanakan kunjungan ke luar negeri, walaupun kunjungan tersebut dipercepat kemudian beliau ke Wasior. Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno yang menaungi kepulauan Mentawai juga tetap melakukan kunjungan ke Munich Jerman dengan alasan memenuhi undangan duta besar negara tersebut. Dan yang semakin menambah deretan ketidakpedulian pejabat-pejabat di negeri ini pada urusan rakyatnya adalah studi banding anggota DPR RI ke Yunani untuk belajar etika. Setelah melakukan studi banding dari Yunani, dalam perjalanan pulang sebelum sampai di Jakarta mereka transit terlebih dahulu ke Turki dan menyaksikan tarian perut. Naudzbillahimindzalika

Bersikap Adil dalam Mengelola Harta

Bila kita menelusuri dana yang dianggarkan oleh DPR untuk kegiatan-kegiatannya selama tahun 2010, maka hampir semua anggota DPR sepakat bahwa dana yang dikeluarkan sebagian besar untuk kepentingan individu masing-masing, baik untuk uang saku atau untuk membangun fasilitas-fasilitas yang dapat dinikmati anggota DPR. Berdasarkan data dari Badan Urusan Rumah Tangga DPR, anggaran dana aspirasi yang akan diperoleh setiap anggota DPR dalam satu daerah pemilihan sebesar Rp.15 miliar, dana untuk pembangunan gedung baru DPR sebesar Rp.1,6 triliyun. (www.detik.com,8/6/2010). Meski akhirnya kedua anggaran dana tersebut banyak dikritik oleh berbagai pihak, baik kalangan LSM atau pun rakyat Indonesia sendiri namun sepertinya hal itu tidak mempengaruhi keinginan para anggota dewan untuk berfoya-foya menghabiskan uang rakyat.
Apabila kita membaca Sirah Rasulullah SAW dan tarikh khulafa’, akan kita temukan bahwa para pejabat negara pada masa tersebut sangat berhati-hati dalam melaksanakan amanahnya sebagai pelayan urusan rakyat. Rasulullah SAW selaku kepala Negara, dalam kesehariannya terbiasa melaksanakan ibadah puasa sunnah ketika tidak mendapati sedikit pun bahan makanan yang bisa dimasak untuk makanan di rumahnya. Begitu pula Khalifah Umar bin Katthab telah membangun suatu rumah di Makkah dan Syam, yang diberi nama ‘daar ad daqiiq’ (rumah tepung). Rumah tersebut berisi tepung, kurma, dan berbagai macam bahan makanan lainnya untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Rumah tepung tersebut juga dibangun di jalan antara Syam dan Hijaz. (Hidup Sejahtera dala Naungan Islam/GIP/1998)

Kenapa Rasulullah SAW dan para shahabat yang menjabat sebagai pejabat Negara sangat berhati-hati dalam mengelola kekayaan umat dan berusaha memberikan pelayanan yang terbaik kepada rakyatnya? Tentu hal ini tidak terlepas dari ajaran Islam bahwa sesungguhnya seorang pemimpin Negara dan pejabat-pejabatnya diangkat dan dipilih dalam rangka untuk melayani urusan rakyatnya. bukan justru dengan posisinya sebagai pejabat negara, bisa memperkaya diri atau leluasa menggunakan berbagai fasilitas negara untuk kepentingan individu atau keluarganya.

Untuk Apa Studi Banding ?
Perginya para anggota DPR ke luar negeri memberi kesan hanya untuk pelesir atau hanya sekedar menghabiskan anggaran yang sebentar lagi tutup tahun. Untuk mempelajari satu topik undang-undang saja, mereka perlu banyak rombongan yang belum tentu memilki keahlian di bidang tersebut. Di sisi lain urgensi kepergian mereka ke negara tujuan perlu dipertanyakan. Artinya masih banyak alternatif lain yang lebih efektif dari segi waktu dan lebih efisien dari segi anggaran daripada pergi secara berombongan ke luar negeri.

Ternyata para pejabat di negeri ini masih sangat takjub dengan sesuatu yang berbau luar negeri. Walaupun kepergian mereka memberikan kesan pelesir dan menghambur-hamburkan uang, tetapi mereka juga membawa misi utama yaitu melakukan studi banding terhadap undang-undang negara tujuan untuk dijadikan referensi. Mereka pergi ke Negara-negara yang kita ketahui memegang erat Ideologi Kapitalisme (AS, Inggris, Jerman, Jepang, dan Korea Selatan) dan Komunisme (China dan Rusia). Oleh karena itu, sangat besar kemungkinan bagi mereka membawa pulang pemikiran serta produk undang-undang negara tersebut ke negeri ini yang notabene mayoritas rakyatnya beragama Islam. Padahal sudah jelas dipahami oleh umat Islam dan para ulama bahwa kedua ideologi tersebut sangat bertentangan dengan Aqidah dan Syariat Islam. Jika kita berfikir jernih dari sudut pandang aqidah Islam, sungguh tidak bisa diterima oleh akal pikiran, umat Islam yang berkeyakinan terhadap aqidah Islam dan hukum-hukumnya akan diatur oleh undang-undang yang bertentangan dengan Aqidah mereka. Ironis dan di luar jangkauaan akal sehat!.

Selain itu, fakta negara-negara yang menjadi tujuan para anggota DPR ternyata masih banyak mengalami masalah. Negara tersebut masih belum mampu menyelesaikan persoalan-persoalan dalam negerinya dengan undang-undang yang mereka buat. Sebagai contoh: Negara Yunani yang ingin dipelajari kode etiknya. Kondisi politik di Yunani masih kacau balau. Beberapa waktu yang lalu, kota-kota besar disana dibanjiri aliran Demonstran yang tidak puas atas kinerja pemerintah dan seringkali demonstrasi itu berujung kerusuhan. Secara mengejutkan, Yunani juga mendapat predikat negara Eropa terkorup pada tahun 2009-2010 ini (www.kompas.com). Rusia dan Cina menghadapi tantangan demografis. Cina sedang menghadapi penuaan bahkan Rusia lebih parah dalam masalah kependudukan yang menghilang (www.yaleglobal.yale.edu). Padahal tujuan anggota DPR pergi ke China adalah untuk mempelajari masalah kependudukan.

Amerika Serikat sebagai negara tujuan yang akan dipelajari undang-undang tentang kemiskinan ternyata masih terkungkung masalah kemiskinan warga negaranya. Laporan resmi dari biro sensus AS yang dilansir kantor berita AFP (27/8) menyebutkan bahwa pada tahun 2007, dari sekitar 300 juta penduduk AS ternyata 37 juta diantaranya berada di bawah garis kemiskinan atau sekitar 12,3 %. Angka kemiskinan ini meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 36,5 juta jiwa. Bandingkan dengan Indonesia yang pada Maret tahun 2008 ini dari sekitar 250 juta penduduk kita terdapat 34,96 juta atau sekitar 15,42 % penduduk miskin - Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam survey dari Februari-Maret 2008). (Banjarmasin post, 28-08-2007). Selain itu, akibat dari penyerangan Irak, Afghanistan, Somalia, dan Libanon yang akan dilanjutkan invasi ke Iran telah menjerumuskan Amerika gagal membangun kerajaan ekonomi. Jika serangan terhadap Iran dilaksanakan, Amerika akan dilanda krisis lebih besar. Amerika berada diambang kehancuran (James Petras, 2009).
Akankah pemerintah masih ngotot menjadikan undang-undang negara tersebut sebagai referensi dan tolak ukur dalam membuat undang-undang di negeri ini ? Sedangkan negara-negara tersebut telah membuat undang-undang berdasarkan ideologi mereka sendiri, apalagi hukum yang mereka buat masih belum mampu menyelesaikan problem mereka. Memang realitanya Peradaban Kufur Kapitalisme dan Komunisme tidak mampu membangun umat manusia menjadi lebih baik dan bermartabat, bahkan menjadi semakin rusak dan terpuruk.

"Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. (Q.S Al Baqarah:61)

Dapat disimpulkan bahwa jika mereka pergi ke luar negeri dengan tujuan hanya pelesir, maka kepergian mereka tidak akan mendapatkan apapun yang berguna untuk memperbaiki kondisi negeri ini dan rakyatnya. Seandainya mereka pergi dan mendapatkan “oleh-oleh”, yaitu referensi undang-undang dari negara lain, maka mereka membawa pr¬¬¬¬oduk dari peradaban kufur yang tidak memberikan kemaslahatan kepada umat Islam sedikit pun.. Dengan kata lain, kepergian mereka ke luar negeri yang menghabiskan begitu banyak uang rakyat tidak memberikan apa pun yang berguna bagi perbaikan rakyat di negeri ini. Inilah realita yang telah terbukti dengan jelas dan benar-benar perlu disadari oleh umat.

Jika ingin mencapai kemajuan sebagaimana yang dialami oleh negara maju atau negara adidaya saat ini, bukanlah belajar masalah aqidah dan hukum yang mereka buat, akan tetapi belajar masalah sains dan teknologi yang mereka capai. Memang dari segi sains dan teknologi, tidak bisa dipungkiri mereka mengalami kemajuan sehingga umat Islam tertinggal. Akan tetapi dari segi aqidah dan aturannya, baik Kapitalisme dan Komunisme justru menjadi biang keladinya kekacauan dan kehancuran umat manusia di dunia. Oleh karena itu, umat Islam hanya diperbolehkan belajar ilmu sains dan teknologi, karena ilmu tersebut tidak dipengaruhi oleh aqidah dan peradaban kufur. Di samping itu, ilmu sains dan teknologi akan membantu umat Islam untuk mempermudah dan mendukung melakukan aktivitas-aktivitas mereka dalam menuju kemajuan. Sedangkan dari sisi aqidah dan hukum, tidak ada yang bisa diambil dari kedua ideologi ini jika sebuah negara menginginkan kemajuan peradaban umat manusia di segala aspek kehidupan.

Maka cukuplah para pejabat pemerintah tersebut membuka kitab-kitab fiqh dan akhlak yang telah ditulis oleh ulama-ulama Islam terdahulu dan sekarang untuk dijadikan standart dalam membuat undang-undang. Hukum-hukum yang digali oleh mereka bersumber dari Al Quran dan As Sunnah. Hukum tersebut telah terbukti menjadikan umat manusia memiliki peradaban tinggi dan bermartabat selama 14 abad. Tidak ada kata klasik dan ketinggalan zaman dalam masalah hukum sebagaimana dalam masalah sains dan teknologi. Masalah hukum adalah masalah pengaturan terhadap manusia baik baik hubungan antara manusia dengan Allah SWT, dengan dirinya sendiri, atau dengan yang lain. Masalah ini telah diatur oleh Allah melalui Al Quran dan Sunnah Rasul-Nya sehingga tidak perlu membuat hukum tandingan yang berasal dari manusia. Sedangkan masalah sains dan teknologi berkaitan dengan sarana yang dapat membantu manusia dalam melakukan aktivitas-aktivitas mereka. Sains dan teknologi akan terus berkembang bersamaan dengan penemuan-penemuan baru tanpa dipengaruhi ideologi apa pun yang berkuasa, mulai dari zaman batu hingga zaman digital.

Bagaimana Kita Bersikap

Melihat penyelewengan-penyelewengan kekuasaan dan berbagai kesalahan yang dilakukan oleh para pejabat di negeri ini, sebagai seorang muslim tentunya kita tidak boleh tinggal diam. Kewajiban kita untuk mengingatkan para pejabat tersebut agar mereka tidak senantiasa bergelimang dengan kemaksiatan, selain itu kita juga berkewajiban untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar kepada seluruh kaum muslimin di negeri ini.
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang melihat penguasa dzalim, menghalalkan larangan-larangan Allah, melanggar janji Allah, mengkhilafi Sunnah Rasulullah, bekerja dalam ibadah kepada Allah dengan dosa dan permusuhan, lalu orang yang melihat penguasa ini tidak merubahnya dengan perkataan maupun perbuatan, maka adalah suatu hak bagi Allah untuk memasukkan orang ini ke tempatnya (neraka) (H.R. Thabrani).

Hendaknya tanpa mengenal lelah atau pun putus asa harus kita sampaikan bahwa kemaksiatan-kemaksiatan dan banyaknya penyelewengan terjadi di negeri ini tidak akan pernah berhenti bila masyarakat dan negara tetap menggunakan aturan-aturan yang bukan dari Islam. Sebagaimana kita pahami bahwa selain Islam maka semua adalah buatan manusia yang pasti mempunyai banyak kelemahan dan kekurangan dan tidak sesuai dengan fithrah manusia. Apabila kita kembali pada aturan Alloh SWT pasti akan membawa rahmat bagi seluruh manusia. Wallohu ‘alam bi showab

Jumat, 05 November 2010

3 BENCANA DALAM 1 BULAN ! (Ujian dari Allah yang Perlu Disadari Umat Islam)

Bersabar dan segera melakukan introspeksi diri, hal itulah yang harus dilakukan dalam menyikapi banyaknya bencana yang menimpa negeri ini. Sebulan terakhir ini sedikitnya ada 3 bencana besar yang mendapatkan perhatian publik negeri ini.
Pertama bencana banjir bandang di Wasior, Papua Barat pada 4 oktober lalu yang menyebabkan 101 korban meninggal dunia (www.vivanews.com). Institute Hijau Indonesia (IHI) mengatakan bahwa penyebab bencana tersebut diakibatkan deforestasi, kegiatan pertambangan mineral, batu bara, minyak dan gas yang berlangsung setahun terakhir. IHI mencatat pemerintah pusat memberikan izin pengolahan lahan bagi 20 perusahaan HPH sebesar 3.568.080 hektar di Papua Barat, dengan 16 perusahaan tambang mineral dan batu bara mengantongi izin eksploitasi seluas 2.701.283 hektar, sedangkan pertambangan migas mendapatkan izin konsesi 7.164.417 hektar, perusahaan perkebunan mendapat konsesi seluas 219.021. Kedua, bencana gempa bumi berskala 7,2 SR yang disertai dengan gelombang tsunami terjadi pada Hari Senin, 25 Oktober 2010 di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Bencana ini menelan 449 korban meninggal, 96 korban hilang, 270 luka berat dan 140 luka ringan 516 unit rusak berat dan 204 rumah rusak ringan, 6 unit sarana pendidikan rusak berat, 8 unit tempat ibadah, 6 rumah dinas, 7 jembatan, 2 resor, 1 kapal dan jalan sekitar 8 km mengalami kerusakan. (www.vivanews.com). Kemudian yang ketiga adalah erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta pad Hari Selasa, 25 Oktober 2010 yang juga tidak luput dari korban jiwa 37 orang., dan lebih dari 51.000 mengungsi (vivanews.com).
Sudah menjadi rahasia umum bahwa penanganan bencana di negeri ini sangatlah buruk, staf khusus presiden Bidang Bantuan Sosial Dan Bencana Alam, Andi Arif mengakui, pemerintah belum cukup baik dalam penanganan bencana. Alasan klasik yang biasa digunakan untuk “ngeles” dari buruknya penanganan bencana adalah masalah anggaran yang terbatas. Negara hanya seperti kepanitiaan bencana yang baru memiliki konsep dan persiapan ketika bencana terjadi. Selama ini Negara tidak bisa diajukan ke peradilan jika dalam penanganan bencana tidak professional. Akibatnya membuat rakyat yang terkena dampak bencana bertambah sengsara. Bagaimana Islam memandang bencana dan bagaimana Islam memberikan solusinya?

Bencana Alam bukanlah Adzab Allah
Seluruh bencana tersebut adalah bukti adanya kekuasaan Allah SWT. Allah yang membuat itu semua terjadi dengan segala kekuasaan-Nya. Peristiwa tersebut tidaklah terjadi dengan sendirinya, tetapi semua itu pasti ada campur tangan-Nya. Allah berkehendak menciptakan sesuatu, Allah juga berkehendak menghancurkan apa yang telah diciptakan-Nya tanpa ada sesuatu pun yang mampu menghalanginya walaupun dengan teknologi secanggih apapun.
Bencana yang terjadi secara beruntun tersebut bukanlah adzab yang ditimpakan kepada umat manusia saat ini. Jikalau bencana itu adzab, maka Allah tidak akan meninggalkan sesuatu pun dari makhluk melata di muka bumi ini sebagaimana firman-Nya dalam Q.S An-Nahl ayat 61 :
“Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukannya”.
Selain itu jika Allah menurunkan adzab kepada suatu kaum maka orang-orang beriman selalu diselamatkan terlebih dahulu kemudian menghancurkan umat yang ingkar/kufur. Sebagaimana yang terjadi pada kaumnya Nabi Nuh yang mendustakan ayat-ayat-Nya sehingga Allah menenggelamkan mereka. Peristiwa ini digambarkan dalam Alqur’an surat Al-A’raf ayat 64 ;
“Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya).”
Hal yang sama terjadi pada kaumnya Nabi Luth, Allah berfirman ;
“Para utusan (malaikat) berkata: ‘Hai Luth, sesuangguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhamnu, sekali-kali mereka tidak akan dapat menganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang diantara kamu yang tertinggal, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpakan adzab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka ialah waktu subuh, bukankah subuh itu sudah dekat?” (Q.S. Hud: 81).
Masih banyak lagi kisah tentang adzab Allah yang ditimpakan kepada umat terdahulu seperti kaum Tsamud, umat Nabi Ibrahim, penduduk Madyan, dll. Semuanya menggambarkan bahwa jika Allah mengadzab suatu kaum yang ingkar maka Allah akan menghancurkan semuanya tanpa tersisa. Hanya kaum yang ingkar saja yang dihancurkan sedangkan yang beriman akan diselamatkan.
Umat Muhammad berbeda dengan umat-umat nabi terdahulu dalam hal adzab. Jika umat para nabi terdulu mengingkari Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan langsung memberi adzab di dunia. Berbeda dengan umat Muhammad, adzab mereka telah ditangguhkan hingga hari pembalasan. Sebagai gantinya bagi yang ingkar atau bermaksiyat kepada Allah maka akan dikenai sanksi hukum di dunia. Sanksi ini ditegakkan oleh negara bagi pelanggar hukum yang terbukti bersalah di dalam pengadilan Islam.
Banjir, gunung meletus, gempa dan tsunami adalah salah satu peristiwa yang menunjukkan tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Rukun iman yang keenam yaitu beriman kepada qadha’ dan qadar baik dan buruk semata-mata dari Allah. Baik dan buruk dalam konteks menguntungkan atau tidak menguntungkan manusia adalah ujian semata dari Allah. Allah berfirman:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan.” (Q.S. Al Anbiya’: 35).
Manusia diuji dengan adanya bencana. Bagi orang beriman yang terkena bencana akan dijadikan sebagai syuhada’ di akhirat. Masyarakat diuji kepeduliannya, sedangkan untuk Negara diuji tanggung jawabnya dalam menangani bencana. Negara wajib hukumnya dalam menjamin pelayanan kepada umat sehingga jika teledor dapat diajukan ke pengadilan untuk disanksi.

Tanggung Jawab Negara
Islam datang dengan seperangkat hukum yang akan mampu menjadi problem solving atas semua persoalan yang dihadapi manusia. Islam memberikan solusi yang memuaskan akal dan menentramkan jiwa karena dibuat oleh Allah, Dzat yang mengetahui hakekat manusia, alam semesta dan kehidupan.
Manusia akan dimintai pertanggungjawaban dalam menangani musibah yang menimpa banyak orang, khususnya dalam hal ini adalah Negara. Negara wajib melayani umat secara menyeluruh dan layak. Negara tidak boleh beralasan tidak mampu karena keterbatasan anggaran. Kebutuhan pokok harus didahulukan anggarannya sebelum anggaran lainnya apapun juga namanya, bukan anggaran basa-basi dan mencoba menswastanisasi tanggung jawab Negara kepada masyarakat.
Anggaran yang berbasis APBN tidak akan menyelesaikan masalah dan banyak memunculkan persoalan karena hanya basi-basi dan anggaran hasil “kompromi” pemerintah dengan DPR. DPR telah menyetujui anggaran untuk bencana alam sebesar 150 miliar (www.vivanews.com). Untuk ukuran negeri yang “akrab” dengan bencana alam masih kecil jika dibandingkan dengan dana kunjungan para pejabat ke luar negeri yaitu 170 miliar. Apalagi dalam sistem APBN, jika alokasi untuk bencana kurang maka tidak bisa diambilkan dari dana kunjungan para pejabat ke luar negeri, rehabilitasi rumah pejabat, dan juga dana membeli mobil dinas pejabat. Akhirnya pemerintah mengajak masyarakat untuk bersama-sama bertanggung jawab atas bencana yang terjadi, dengan kata lain pemerintah ingin mengalihkan tanggung jawabnya kepada masyarakat.
Islam memberikan tanggung jawab penuh kepada Negara dalam penanganan bencana. Negara harus mengupayakan baik secara teknis atau pun dalam hal penganggarannya. Bagi individu atau masyarakat sangat dianjurkan kepeduliannya untuk membantu sesamanya sesuai dengan kemampuannya, terutama yang berdekatan dengan kejadian bencana.
“Dan hanya dia (imam) yang bertanggung jawab atas rakyatnya”. (H.R. Bukhari, Muslim, Imam Ahmad dan Tirmidzi)’
Secara teknis Negara harus memenuhi strategi dalam melayani urusan umat, yaitu sederhana dalam aturan, cepat dalam pelayanan, dan profesional dalam penanganan. Strategi ini bukanlah slogan kosong tanpa aplikasi, tetapi merupakan hukum syara’ yang harus ditaati oleh Negara dan para pejabatnya karena berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat baik dalam segala sesuatu.” (H.R. Muslim dari Syadad bin Aus)
Dalam penganggarannya, Islam memerintahkan negara agar mengambil uang dari Baitul Mal. Negara wajib menyediakan dana yang cukup untuk bencana sampai masyarakat dapat terlayani dengan baik. Jumlah anggaran tidak dibatasi dalam jumlah tertentu. Ukurannya adalah semua persoalan yang menyangkut bencana bisa terselesaikan dengan baik, sehingga kebutuhan yang tidak/kurang penting atau kebutuhan penting tetapi masih bisa ditangguhkan itu harus diabaikan. Jika Baitul Mal dalam keadaan kosong (walaupun hal itu kecil kemungkinannya), Islam telah memberikan solusi kepada Negara untuk menarik dharibah atau pajak dengan ketentuan sebagai berikut :
a.Dharibah hanya dipungut ketika terjadi kekosongan di Baitul Mal
b.Dharibah dipungut dari kaum muslimin yang kaya, orang non muslim tidak dipungut
dharibah demikian seorang muslim yang miskin
c.Jika sudah terdapat kecukupan anggaran, pemerintah menghentikan semua pungutan
dharibah
d.Orang kaya di dalam memberikan dana dhoribah harus secara sukarela dan tidak
boleh berorientasi mencari keuntungan.

Khatimah

Melihat ketinggian solusi yang diberikan Islam, maka seharusnya kita kembali kepada Islam dalam memecahkan setiap persoalan yang kita hadapi. Solusi kapitalisme terbukti gagal dan justru menambah persoalan-persoaln baru yang kompleks. Sesungguhnya hukum siapa yang lebih baik, hukum buatan Allah atau hukum buatan manusia ? Bagi yang berfikir maka akan memilih hukum Allah sebagai satu-satunya hukum yang dipakai.
Wallahu a’lam bisshowab