Jumat, 21 Januari 2011

Akankah Kasus Century Segera Selesai ???

Isu century kembali menguat. Hampir setahun kabarnya meredup di tengah berbagai kasus hukum di negeri ini, mulai kasus mafia pajak Gayus, kasus mafia hukum, hingga ramainya pemberitaan tentang timnas PSSI. Namun di Bulan Januari Tahun 2011 ini, kasus century kembali dibicarakan oleh para pembesar negeri.
Berawal dari dikabulkannya judicial review pasal 184 ayat (4) UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, dan DPRD, yang berbunyi : Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak menyatakan pendapat DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPR yang hadir. Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan para pemohon dengan menyatakan bahwa Hak menyatakan pendapat DPR dapat digunakan sesuai Pasal 7B ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan : Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (www.detiknews.com). Hal ini membuat usulan menggunakan Hak Menyatakan Pendapat berkaitan kasus Century menjadi lebih mudah dilaksanakan.

Para politisi senayan pun kembali bersuara lantang,. Mereka mengatakan bahwa pintu bagi DPR untuk menggunakan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) terbuka lebar. Kejengkelan yang dirasakan para anggota DPR terhadap kinerja penegak hukum dalam penuntasan kasus Bank Century telah mendorong penggunaan HMP (www.mediaindonesia.com). Hak menyatakan pendapat sendiri adalah hak DPR sebagai lembaga untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Secara formal penggunaan HMP ini dalam kasus Century memang memungkinkan, mengingat DPR telah menggunakan hak angket dalam kasus ini sehingga berpeluang menggunakan HMP sebagai kelanjutan prosesnya. Apalagi dalam sidang paripurna DPR bulan Maret 2010 lalu, DPR memilih opsi C bahwa kebijakan dan pelaksanaan pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) dan Penyertaan Modal Sementara sebesar Rp. 6 trilliun kepada Bank Century sama-sama salah (www.metrotvnews.com).

Namun publik nampaknya masih meragukan langkah dan keseriusan para anggota dewan yang terhormat ini. Mengingat dalam sejarahnya, pengusutan century ini cenderung melempem pasca digantinya Menteri Keuangan Sri Mulyani, seakan target politik dalam pengusutan kasus century telah terpenuhi. Akan tetapi kasus century tiba-tiba kembali menyeruak sehingga masyarakat mencoba menebak apa yang target dewan kali ini. Terlebih politik pencitraan dan tebar pesona sedang ngetren. Para politisi menggunakanya untuk memperbaiki citranya yang cenderung turun di mata rakyat, termasuk menurunnya citra DPR akibat isu pembangunan gedung baru DPR senilai lebih dari satu trilliun dan berbagai masalah lainnya.

Politik dalam Islam dan Kapitalisme

Politik pencitraan wajar terjadi dalam sistem politik Kapitalisme karena paradigma politik dalam Kapitalisme adalah cara untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Sehingga para politisi mencoba mempertahankan kekuasaannya dengan berbagai cara termasuk dengan politik pencitraan pada publik. Sering terjadi sejumlah masalah yang begitu serius ditangani tiba-tiba hasilnya menguap begitu saja tanpa penyelesaian yang tuntas dan jelas seakan sengaja dibiarkan mengambang guna menunggu momen lain untuk dibahas kembali sebagaimana kasus Century ini. Masalah demi masalah dibahas namun tidak banyak solusi yang didapat dan dirasakan oleh masyarakat karena seringkali pembahasan tersebut hanyalah sandiwara untuk meningkatkan posisi tawar para politisi.

Inilah realitas politik dalam Ideologi Kapitalisme. Kapitalisme memandang dunia hanyalah permainan belaka sehingga hukum mereka pun disebut “rule of the game” alias aturan main. Dalam sebuah permainan, tidak ada masalah yang perlu diseriusi karena semua hanyalah permainan dan di akhir game itu akan ada pihak yang menang dan pihak yang kalah. Pemenang akan bergembira dengan kemenangannya itu, sedangkan pihak yang kalah bersedih dan masygul dengan kekalahannya namun tidak ada pertanggungjawaban atas permainan tersebut termasuk pertanggungjawaban akhirat. Kapitalisme memahami tidak ada kehidupan lain setelah di dunia ini sehingga tidak ada pertanggungjawaban di akhirat kepada Tuhan sang Khaliq, semuanya hanyalah permainan bahkan persoalan rakyat pun dijadikan mainan.

Di sisi lain penegakan hukum juga tidak terhindar dari kegiatan main-main ini, para pihak berperkara yang memiliki kekuasaan, kekuatan, serta kekayaan dengan enaknya bermain-main dengan hukum. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk meraih tujuannya termasuk dengan cara yang melanggar hukum. Kalau pun pelanggaran itu dipersoalkan dan diajukan ke pengadilan, mereka tetap bisa memainkan hukum sehingga lepas dari tuntutan. Mereka bergembira atas keberhasilannya melepaskan diri dari tuntutan hukum manusia tanpa beban dan rasa berdosa. Mereka lupa bahwa tidak ada satu pun manusia yang akan bisa melepaskan diri dari hukuman pengadilan akhirat milik Allah. Tidak ada suap dan tiada saksi palsu dalam pengadilan Allah, semuanya berjalan fair dan adil, sebagaimana firman-Nya :
"Kami akan memasang timbangan yang tepat pada Hari Kiamat sehingga tiada dirugikan seseorang barang sedikit pun” (TQS Al-Anbiya' [21]: 47).

Adapun Islam mengartikan Politik (As Siyasah) sebagai ar riayatus syu’un lil ummah dakholian wa khorojian bil hukmi atau pelayanan terhadap ummat dalam urusan di dalam dan luar negeri dengan hukum-hukum. Berdasarkan definisi politik seperti ini, maka politik dalam Islam ialah pelayanan para pemimpin ummat terhadap ummatnya berdasarkan hukum Islam. Pelayanan ini mencakup segala urusan publik, baik yang terjadi di dalam negeri seperti masalah penegakan hukum, pendidikan, kesehatan dll maupun urusan ummat di luar negeri seperti perjanjian damai, perdagangan luar negeri, maupun nasib warga negara yang bekerja di luar negeri.

Demikian juga dengan para wakil ummat yang berkumpul di Majelis Ummat, tugas mereka adalah menyampaikan aspirasi ummat kepada Khalifah (Kepala Negara) yang meliputi usulan, ketidaksetujuan, maupun saran tentang berbagai hal yang berhubungan pengelolaan Negara, dengan kata lain tugas pelayanan Majelis Ummat dalam Islam adalah mengontrol (Amar ma’ruf nahi mungkar) terhadap penguasa dalam menjalankan tugasnya melayani ummat.

Islam menjadikan politik sebagai salah satu hukum syara’ yang diwajibkan, artinya Islam mengatur hukum-hukum politik secara rinci sehingga amal politik melahirkan kemaslahatan bagi ummat di dunia maupun akhirat. Berpolitik bukan hanya urusan kekuasaan belaka, namun politik dalam Islam berkaitan dengan amanah pemimpin dalam mengurusi ummatnya. Ada banyak nash yang menjelaskan tentang kepemimpinan dan pelayanan ummat. Diantaranya sabda Rasulullah SAW yang menyatakan
“ Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungannya Allah yaitu : pemimpin yang adil …..” (HR. Tirmidzi).

Hadits di atas menjelaskan tentang sekelompok manusia yang akan mendapatkan naungan Allah di padang mahsyar, di mana saat itu seluruh manusia dikumpulkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia, sedangkan matahari terletak tepat diatas mereka. Seluruh manusia merasakan panas serta haus yang sangat hebat. Mereka sibuk dengan kesalahan diri sendiri yang telah diperbuat semasa di dunia, berbagai usaha telah dilakukan untuk memohon syafa’at kepada para nabi. Namun para nabi pun menjawab saya tidak dapat memberikan syafa’at kepada kalian karena aku sendiri punya dosa dan salah kepada Allah. Kecuali hanya Nabi Muhammad SAW yang dapat memberikan syafa’at, akan tetapi syafa’at beliau hanya diperuntukkan bagi kaum-kaum yang beriman dan bertaqwa. Selain itu juga ada kelompok yang mendapatkan perlindungan Allah SWT dari panasnya matahari di padang mahsyar, yaitu tujuh golongan manusia yang diantaranya adalah Imam (pemimpin) yang Adil,

Imam yang adil termasuk diantara tujuh kalangan yang akan mendapat naungan dari Allah di padang mahsyar. Allah memulai menyebutkan perihal penguasa adil ini sebelum menyebutkan enam kalangan lainnya, karena banyaknya kebaikan dan manfaatnya yang meluas. Diantara keutamaan seorang penguasa yang adil bahwa mereka akan dicintai oleh Allah. Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan tempat duduk mereka dekat dengan-Nya adalah imam (pemimpin) yang adil (HR. Tirmidzi).

Imam/penguasa yang adil yaitu setiap pemimpin dan penguasa yang memberi perhatian pada satu dari sekian banyak maslahat bagi kaum muslimin, lalu berbuat adil dalam hal itu. Dialah yang mengikuti perintah Allah untuk meletakkan segala sesuatu pada tempatnya tanpa berlebihan atau menguranginya (proporsional). Mereka menegakkan segala hal yang perlu baginya untuk ditegakkan berupa penjagaan syari’at-syari’at Allah, menjaga setiap hak-hak dan melindungi hak milik ummat, berjihad melawan musuh Islam, dan menegakkan hukum-hukum Allah di tengah-tengah mereka.

Imam/penguasa yang adil memiliki beberapa derajat dan kedudukan yang sangat tinggi di akhirat. Rasulullah SAW telah memberi kabar gembira berupa balasan yang sangat baik bagi mereka yang berbuat adil dalam penetapan hukum bagi orang-orang yang berada dalam pengayoman mereka, beliau Rasulullah SAW bersabda:
“ Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil disisi Allah akan berada diatas mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya berada di bagian tangan kanan ar-Rahman ‘azza wajalla, dan kedua tangan Allah keduanya kanan, merekalah yang berbuat adil dalam hukum mereka, terhadap keluarga mereka dan kepada orang-orang yang berada di dalam pengurusan mereka “

Namun pemimpin yang tidak adil dengan memberikan sesuatu bukan pada yang berhak, mengambil hak-hak ummat (korupsi), memberi kelebihan pada sebagian ummat yang mendukungnya dan mendzalimi rakyat yang mengkritisinya, mempermainkan urusan ummat, berbohong pada rakyatnya telah diancam oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya :
“Seseorang yang diberi amanat oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu mati ketika sedang menipu rakyatnya, maka Allah mengharamkan baginya syurga." (HR. Muslim)

Untuk itu hendaknya para pemimpin muslim dan para politisi Islam kembali ke syariat Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan amanah serta hukum-hukum Allah dengan adil di muka bumi sehingga tercipta keadilan dan kemaslahatan di bumi dan para pemimpin tersebut mendapatkan kemulian di depan rakyatnya dan di hadapan Allah SWT.

Wallahu a’lam bi ashowab

Jumat, 07 Januari 2011

Iman Kepada Allah, Qadar, dan Ajal

Jika seorang muslim melangkah dalam kehidupan ini, menjalankan aktivitas dakwah untuk mewujudkan cita-cita tegaknya Islam dimuka bumi ini, maka ia membutuhkan suatu kekuatan besar yang mampu mendorong ke jalan yang benar, kekuatan yang membuat dirinya tabah menghadapi cobaan, dan memerangi jalan yang ditempuhnya. Kekuatan semacam itu akan dapat diperoleh dari aqidahnya. Imannya kepada Allah SWT akan menjadikannya sebagai seorang yang kuat, semangat dalam berjuang, berani dan pantang mundur dalam mengahadapi tantangan. Seorang muslim adalah seorang yang kuat karena mendapat kekuatan dari Allah. Ia selalu beriman dan bertawakkal kepadaNya, dan ia yakin bahwa Allah SWT selalu bersamanya, Allah SWT adalah penolong orang-orang mukmin dan Allah SWT akan menghinakan orang-orang kafir, Allahlah yang berkuasa untuk memenangkan agamaNya atas segenap agama-agama lain.

Seorang mukmin menjadi kuat karena selalu mengggantungkan diri kepada Allah SWT dan mengadukan kesulitan-kesulitan kepadaNya. Ia senantiasa memohon pertolongan, bantuan rizki dan kesembuhan dariNya. Ia percaya dan yakin bahwa Allah SWT itu baik dan penyayang, mulia dan pemurah, pengasih dan penyayang. Ia percaya dan yakin bahwa Allah SWT yang memiliki ‘arsy’ yang agung, Allah SWT Maha Kuasa melakukan segala sesuatu yang dikehendaki, dan tanganNya terletak segala kerajaan dan kekuasaan, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Oleh karena itu seorang muslm senantiasa memilki harapan yang tak pernah pudar. Ia selalu menaruh harapan yang kuat kepada Allah. Ia yakin akan kemurahan dan karunia Allah. Ia yakin bahwa apa yang menjadi bagiannya tak mungkin keliru jatuh kepada orang lain. Ia yakin bahwa Allah SWT telah mengtakdirkan segala sesuatu sejak azali, sehingga tak ada satu kejadianpun yang terjadi melainkan telah ditakdirkan atau diketahui Allah SWT sejak azali. Apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT pasti terjadi. Ia pun yakin, bahwa hidup dan mati itu berada ditangan Allah, tidak mungkin seorang mati kecuali telah tiba ajalnya. Ia tidak akan berkeluh kesah, takut atau khawatir jika harus menghadapinya.

Adanya hubungan antara dirinya dengan Allah SWT akan memberikan kekuatan, harapan dan kemampuan untuk tetap pantang mundur dalam menghadapi tantangan hidup dan peristiwa besar. Pengaruh iman ini akan tampak pada dirinya dalam setiap arena kehidupan.
Jika ia tengah berjuang maka ia telah yakin atas datangnya kemenangan, sebab ia senantiasa berhubungan dengan Allah. Allah akan selalu menyertai orang-orang yang menyertaiNya. Allahlah yang memiliki segala sesuatu yang awal dan yang akhir. Jiwa, raga dan hartanya adalah milik Allah. Jika ia menyerahkan dengan ikhlas, maka pastilah kemenangan akan menyertainya setiap saat. Itulah janji Allah, sebagaimana firmanNya, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong Allah SWT (agamaNya), niscaya Dia akan menolong kamu dan menetapkan telapak kakimu (memberimu keberanian dan menghadapi musuh)”(QS. Muhammad: 7).

Kemudian tatkala seorang mukmin menderita sakit atau tertimpa suatu musibah baik menimpa diri, harta atau keluarganya, maka ia akan mengembalikan semuanya kepada Allah. Ia akan senantiasa berharap kepada Allah akan kesembuhan dan hilangnya cobaan. Sebab ia yakin hanya Allahlah yang dapat menyingkirkan musibah dan menggantinya dengan kebaikan. Sebagaimana firman Allah, “Allah SWT yang menciptakanmu. Dialah yang telah menunjukkan jalan kepadaku. Apabila aku sakit, maka Dialah yang menyembuhkanku…”(QS. Asy Syu’araa: 78-80).

Tetapi ia pun sadar bahwa hidup ini tak akan sepi dari ujian dan cobaan. Sebab Allah telah berfirman, “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan. Kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata Inna lillahi wa inna ilahi raji’un (sesungguhnya, kami milik Allah dan kepadaNyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. Al Baqoroh: 155-157).

Oleh karena itu seorang mukmin akan berlaku sabar dalam menghadapi musibah, dan selalu beristirja’ (mengembalikan segala sesuatu kepada Allah). Dia akan sabar sampai Allah mengganti musibahnya dengan kebaikan dan ganjaran atas kesabaran dan rasa syukurnya. Ia akan senantiasa mengingat sabda Nabi Muhammad SAW, “Tidak pernah seorang muslim tertimpa musibah, lantas ia mengucap kalimat yang di perintahkan Allah, yaitu Inna lillahi wa inna ilahi raji’un, yaa Allah, keluarkan aku dari musibahku, gantilah ia dengan kebaikan melainkan benar-benar mengeluarkannya dari musibah dan diganti dengan kebaikan” (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah).

Disamping semua itu, seorang muslimpun akan memperoleh kekuatan dari keimanannya terhadap Qodar. Ia yakin bahwa musibah apapun yang menimpanya adalah datang dengan seijin Allah. Seandainya jin dan manusia berkumpul untuk memberinya suatu manfaat, tidaklah akan terjadi suatu manfaat melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah. Dan apabila mereka bekerjasama untuk mencelakakannya, maka tidaklah mungkin akan terjadi sesuatupun atasnya, melainkan dengan seijin Allah, sesuai dengan ketetapanNya. Sebagaimana firman Allah, “Katakanlah, tiada akan menimpa kami kecuali apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah wali kami dan kepada Allahlah orang-orang mukmin bertawakkal” (QS. At Taubah: 51).

Seorang mukmin yakin bahwa rizkinya sudah diatur dan ajalnya sudah ditentukan. Tidak seorangpun mampu memajukan atau mengundurkannya. Allah berfirman, “Apabila datang ajal, mereka tak dapat mengundurkan atau memajukannya barang sesaatpun” (QS Al A’raf:34).
Keimanan seperti ini akan memberikan kekuatan yang tak terbatas dalam diri seorang muslim, kekuatan yang tak terkalahkan oleh kekuatan manusia. Itulah sebabnya dahulu musuh-musuh Islam merasa gentar tatkala bertempur, sebab kaum muslimin yakin terhadap qodar dan ajal yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Wallahu A’lam Bishshowab.

Sabtu, 01 Januari 2011

MENUJU PEMBARUAN DENGAN PERADABAN ISLAM

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, sebentar lagi memasuki tahun baru 2011. Seolah sudah menjadi tradisi setiap terjadi pergantian tahun baru ribuan hingga jutaan orang tumpah ruah di jalanan, di tempat-tempat hiburan untuk merayakan pergantian tahun baru tersebut. Para pengelola pusat-pusat hiburan atau perbelanjaanpun telah mempersiapkan berbabagai acara untuk menarik pengunjung, seperti Taman Impian Jaya Ancol, di bulan desember 2010 ini mentargetkan 2 juta pengunjung, 280 ribu pengunjung ditargetkan pada puncak pergantian tahun baru, oleh karena itu pihak pengelola telah mempersiapkan berbagai macam hiburan seperti konser musik, nonton film, pesta kembang api, dan berbagai hiburan menarik lainnya (Poskota).

Pergantian tahun baru bagi kebanyakan manusia di jagad raya ini memiliki arti penting bagi kesenangan kehidupan dunia. Memang dari sekian acara yang digelar tidak lain hanya untuk bersenang-senang, memuaskan hawa nafsunya semata. Pemerintah kota/daerahpun ikut serta bahkan turut memfasilitasi agar perayaan tahun baru dapat berjalan lancar dan menarik, walaupun harus mengeluarkan biaya yang cukup besar, seperti yang dilakukan Pemkot Batam, dalam rangka memeriahkan perayaan Tahun Baru 2011 telah disiapkan pesta kembang api senilai Rp 180 juta yang berdurasi 15 menit (Kompas.com). Hal serupa mungkin juga dilakukan pemerintah daerah lainnya. Lantas, bagaimana dengan tahun baru Islam? Dan bagaimana pula pola pikir dan pola sikap mereka pada tahun baru yang akan datang?

Tahun Baru dan Kapitalisme

Perayaan tahun baru terkesan hura-hura betapa tidak, di malam tahun baru aneka pesta hiburan disuguhkan, tentunya akan menghabiskan biaya ratusan juta hingga milayaran rupiah, belum lagi pesta miras, narkoba, hingga sek bebas kerap mewarnai kalangan remaja, mereka bersenang-senang hanya untuk kesenangan sesaat, inilah fakta virus hedonisme. Faham hedonis ini, menjadikan kesenangan materi sebagai tujuan utama dalam hidup seseorang tanpa memperdulikan aspek cara pemenuhan kesenangan tersebut dengan jalan salah atau benar, halal atau haram. Perayaan tahun baru hanya untuk kesenangan hawa nafsu semata tanpa memperhatikan aspek aturan pencipta manusia, alam, dan kehidupan yaitu aturan Allah swt.

Negara pun ikut terseret dalam budaya hedonis, di samping turut serta memfasilitasi juga membiarkan acara hura-hura tersebut terselenggara. Dari tahun ke tahun budaya (peradaban) yang dikembangkan tidak mengalami perbaikan, akan tetapi malah menampilkan budaya (peradaban) yang rusak yang menyebabkan kemaksiatan (kemungkaran) semakin tersistem. Di bidang hukum misalnya, pengadilan selama ini dinilai tidak pernah memberikan keadilan khususnya bagi rakyat kecil, hukum yang ada saat ini ibarat pisau dapur yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas atau seperti jaring laba-laba yang hanya mampu menangkap yang kecil dan terkoyak bila berhadapan dengan mangsa yang besar. Para pelaku koruptor milaran hingga trillunan rupiah tidak pernah dihukum setimpal dengan perbuatan yang telah merugikan negara, akan tetapi malah banyak koruptor yang bebas dari tuntutan. Berdasarkan kajian ICW) yang dikeluarkan Minggu (5/9/10), memperlihatkan bahwa pada periode 1 Januari hingga 10 Juli 2010 sebanyak 54,82 persen terdakwa kasus korupsi justru dibebaskan oleh pengadilan umum, Sedangkan kasus-kasus kecil seperti kasus mbah minah yang mengambil 3 biji kakao seharga Rp. 2.000,- dihukumi 1,5 bulan penjara.

Di bidang ekonomi, Eksploitasi tambang secara besar-besaran oleh asing dibiarkan begitu saja, malah dilindungi dengan alasan investor asing, seperti tambang emas di Papua yang masih dikuasai PT. Freeport. Eksploitasi tersebut merupakan penjajahan ekonomi, karena telah merugikan negara milyaran dolar, akan tetapi anehnya hal itu tak membuat para pemimpin bangsa sadar untuk merubah kebijakannya agar pengelolaan tambang emas tersebut dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu rakyat (kepemilikan umum). Pengelolaan tambang migas maupun non migas dengan cara yang salah membuat jumlah penduduk miskin semakin bertambah banyak, hingga juli 2010 menurut BPS jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 31,02 juta atau 13,33 % (Tribunews.com).
Di bidang pendidikan, kebijakan UU BHP ataupun revisi dari UU tersebut pada ujungnya tidak akan pernah berpihak kepada rakyat kecil, perguruan tinggi hanya milik orang-orang kaya saja. Biaya pendidikan menjadi tanggung jawab lembaga terkait, mau tidak mau perguruan tinggi akan menaikkan biaya oprasional pendidikan dan orang tua dan mahasiswa yang akhirnya harus mengeluarkan biaya besar.

Ideologi kapitalisme dengan faham hedonis-nya benar-benar telah mempengaruhi faham dan standar perbuatan kaum muslimin di seluruh aspek kehidupan. Islam sebenarnya telah melarang kaum muslimin untuk tidak mengikuti pola pikir dan pola sikap atau budaya dari umat lain, karena hal itu bertentangan dengan aqidah dan hukum Islam, sebagaimana yang sabda Rasulullah SAW : “Barangsiapa yang menyerupai perbuatan suatu kaum, maka ia termasuk di dalamnya” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Ath-Thabrani). Allah SWT. firman : “Tidak akan pernah rela orang Yahudi dan Nasara hingga kalian mengikuti millah (pemikiran, pemahaman, peradaban, agama) mereka” (QS. Al Baqarah : 120). Seluruh pemikiran, peradaban yang bertentangan dengan aqidah dan hukum Islam tidak boleh untuk diambil, baik itu hedonisme, liberalisme, demokrasi, HAM, kapitalisme maupun sosialisme/komunisme, karena faham itu semua tidak berasal dari dinnul Islam, dan hanya akan menjerumuskan kepada jalan kesesatan. Oleh karena itu, semua peradaban kufur itu harus ditolak dan tidak boleh dijadikan pemahaman dan standar bagi kehidupan kaum muslimin, Rasulullah SAW. Bersabda : “Barangsiapa berbuat amal tidak sesuai dengan apa yang aku perintahkan maka tertolak” (Al Hadist).

Hijrah Kepada Peradaban Islam

Banyak di antara umat Islam yang telah melupakan penanggalan Islam (Hijriyah), mereka tidak menyadari bahwa saat ini telah berada dalam tahun 1432 Hijriyah. Mengikuti pergantian tahun baru hijriyah adalah untuk mengingatkan kita pada sejarah kejayaan peradaban Islam pada masa lalu. Dengan demikian, umat Islam dapat mengambil peradaban Islam untuk diterapkan kembali dalam kehidupan saat ini dan yang akan datang sebagaimana peradaban Islam yang pernah dibangun oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya serta generasi-generasi Islam berikutnya hingga keruntuhan peradaban Islam Utsmaniyah di Turki tahun 1924 atau 1346 H sekitar 86 tahun yang lalu.

Sejarah penanggalan hijriyah ditetapkan pada masa kholifah Umar bin Khothob ra setelah 5 tahun beliau menjabat sebagai Kepala Negara dengan pusat pemerintahan di Madinah. Pada masanya, beliau mengangkat beberapa wali (setara gubernur) yang salah satunya adalah Abu Musa Al Asy’ari ra. sebagai wali di Kuffah. Suatu ketika, kholifah Umar mendapat beberapa surat dari Abu Musa Al Asy’ari, adapun isi surat tersebut adalah “Kataba Musa Al As’ari Ila Umar Ibnul Khothob. Innahu Taktiina Minka Kutubun Laisa Taariikh” (Telah menulis surat Gubernur Musa Al As’ari kepada Kepala Negara Umar bin Khothob. Sesungguhnya telah sampai kepadaku dari kamu beberapa surat-surat tetapi surat-surat itu tidak ada tanggalnya). Kemudian Kholifah Umar ra. mengumpulkan para sahabat dan Tokoh yang ada di Madinah untuk bermusyawarah. Adapun agenda dalam musyawarah tersebut adalah membicarakan rencana pembuatan sistem penanggalan Islam. Akhirnya musyawarah yang dipimpin oleh Amirul Mukminin Umar ra. tersebut memutuskan awal yang dijadikan sistem penanggalan Islam adalah dimulai dari tahun Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Kemudian ditetapkan bahwa sistem penanggalan Islam tersebut dengan nama Tahun Hijriyah.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khothob ra. dan generasi-generasi Islam berikutnya tidak ada yang namanya perayaan tahun baru sebagaimana yang terjadi dalam perayaan tahun baru masehi, apalagi perayaan yang penuh dengan hura-hura seperti gaya pengikut hedonisme. Para sahabat dan generasi-generasi Islam pada masa peradaban Islam faham betul akan budaya/peradaban yang sesuai dengan Islam maupun yang bertentangan, mereka senantiasa berpikir berlandaskan aqidah dan hukum Islam. Bagi mereka pergantian tahun, bulan dan hari pada masa lalu ada sebagai renungan atas perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan dan dalam rangka ibadah mendekatkan diri kepada Allah SWT. seperti untuk penentuan puasa wajib ramadhan maupun puasa-puasa sunnah, haji dll. Mereka menjadikan kalender hijriyah sebagai acuan dalam pelaksanaan ibadah fardhiyah maupun untuk pengaturan urusan-urusan negara. Umat Islam saat ini seharusnya menjadikan kalender hijriyah dalam setiap harinya atau setiap bulannya bahkan setiap tahunnya sebagai acuan dalam menyemai dan melestarikan peradaban Islam.

Umat Islam kini telah memasuki tahun baru 1432 Hijriyah, namun Keadaan umat Islam hampir di seluruh penjuru dunia masih mengalami keterpurukan di seluruh aspek kehidupan. Momentum tahun baru hijriyah saat ini, harus dijadikan renungan dan kebangkitan bagi setiap individu muslim maupun mukmin, kelompok maupun negara untuk hijrah dari segala kemaksiatan kepada peradaban Islam. Hijrah dari berpikir kufur ke berpikir Islami, dari pemahaman kufur ke pemahaman Islam, dari aturan (hukum) kufur ke aturan (hukum) Islam secara menyeluruh bukan sepotong-potong, seperti penerapan hukum cambuk di Aceh bagi yang berkholwat (lawan jenis berduaan yang bukan mahramnya), atau hukum potong tangan di Arab Saudi bagi pencuri. Penerapan hukum Islam yang sepotong-potong justru akan menimbulkan kekacauan pemahaman dan keimanan di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, tahun baru harus dibarengi dengan hijrah kepada peradaban Islam agar kehidupan ini damai, sejahtera dan penuh kemuliaan, sebagaimana hijrah yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya dari Makkah (jahiliyah) ke Madinah dengan membangun peradaban Islam yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah RasulNya dan meninggalkan segala bentuk kejahiliyahan dan kemungkaran. Allah SWT. Berfirman: ”Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS.Al-Mukminun:71). Allah juga berfirman dalam surah Ar Ruum ayat 41: “Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Wallahu’alam bisshowab.