Jumat, 05 November 2010

3 BENCANA DALAM 1 BULAN ! (Ujian dari Allah yang Perlu Disadari Umat Islam)

Bersabar dan segera melakukan introspeksi diri, hal itulah yang harus dilakukan dalam menyikapi banyaknya bencana yang menimpa negeri ini. Sebulan terakhir ini sedikitnya ada 3 bencana besar yang mendapatkan perhatian publik negeri ini.
Pertama bencana banjir bandang di Wasior, Papua Barat pada 4 oktober lalu yang menyebabkan 101 korban meninggal dunia (www.vivanews.com). Institute Hijau Indonesia (IHI) mengatakan bahwa penyebab bencana tersebut diakibatkan deforestasi, kegiatan pertambangan mineral, batu bara, minyak dan gas yang berlangsung setahun terakhir. IHI mencatat pemerintah pusat memberikan izin pengolahan lahan bagi 20 perusahaan HPH sebesar 3.568.080 hektar di Papua Barat, dengan 16 perusahaan tambang mineral dan batu bara mengantongi izin eksploitasi seluas 2.701.283 hektar, sedangkan pertambangan migas mendapatkan izin konsesi 7.164.417 hektar, perusahaan perkebunan mendapat konsesi seluas 219.021. Kedua, bencana gempa bumi berskala 7,2 SR yang disertai dengan gelombang tsunami terjadi pada Hari Senin, 25 Oktober 2010 di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Bencana ini menelan 449 korban meninggal, 96 korban hilang, 270 luka berat dan 140 luka ringan 516 unit rusak berat dan 204 rumah rusak ringan, 6 unit sarana pendidikan rusak berat, 8 unit tempat ibadah, 6 rumah dinas, 7 jembatan, 2 resor, 1 kapal dan jalan sekitar 8 km mengalami kerusakan. (www.vivanews.com). Kemudian yang ketiga adalah erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta pad Hari Selasa, 25 Oktober 2010 yang juga tidak luput dari korban jiwa 37 orang., dan lebih dari 51.000 mengungsi (vivanews.com).
Sudah menjadi rahasia umum bahwa penanganan bencana di negeri ini sangatlah buruk, staf khusus presiden Bidang Bantuan Sosial Dan Bencana Alam, Andi Arif mengakui, pemerintah belum cukup baik dalam penanganan bencana. Alasan klasik yang biasa digunakan untuk “ngeles” dari buruknya penanganan bencana adalah masalah anggaran yang terbatas. Negara hanya seperti kepanitiaan bencana yang baru memiliki konsep dan persiapan ketika bencana terjadi. Selama ini Negara tidak bisa diajukan ke peradilan jika dalam penanganan bencana tidak professional. Akibatnya membuat rakyat yang terkena dampak bencana bertambah sengsara. Bagaimana Islam memandang bencana dan bagaimana Islam memberikan solusinya?

Bencana Alam bukanlah Adzab Allah
Seluruh bencana tersebut adalah bukti adanya kekuasaan Allah SWT. Allah yang membuat itu semua terjadi dengan segala kekuasaan-Nya. Peristiwa tersebut tidaklah terjadi dengan sendirinya, tetapi semua itu pasti ada campur tangan-Nya. Allah berkehendak menciptakan sesuatu, Allah juga berkehendak menghancurkan apa yang telah diciptakan-Nya tanpa ada sesuatu pun yang mampu menghalanginya walaupun dengan teknologi secanggih apapun.
Bencana yang terjadi secara beruntun tersebut bukanlah adzab yang ditimpakan kepada umat manusia saat ini. Jikalau bencana itu adzab, maka Allah tidak akan meninggalkan sesuatu pun dari makhluk melata di muka bumi ini sebagaimana firman-Nya dalam Q.S An-Nahl ayat 61 :
“Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukannya”.
Selain itu jika Allah menurunkan adzab kepada suatu kaum maka orang-orang beriman selalu diselamatkan terlebih dahulu kemudian menghancurkan umat yang ingkar/kufur. Sebagaimana yang terjadi pada kaumnya Nabi Nuh yang mendustakan ayat-ayat-Nya sehingga Allah menenggelamkan mereka. Peristiwa ini digambarkan dalam Alqur’an surat Al-A’raf ayat 64 ;
“Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya).”
Hal yang sama terjadi pada kaumnya Nabi Luth, Allah berfirman ;
“Para utusan (malaikat) berkata: ‘Hai Luth, sesuangguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhamnu, sekali-kali mereka tidak akan dapat menganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang diantara kamu yang tertinggal, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpakan adzab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka ialah waktu subuh, bukankah subuh itu sudah dekat?” (Q.S. Hud: 81).
Masih banyak lagi kisah tentang adzab Allah yang ditimpakan kepada umat terdahulu seperti kaum Tsamud, umat Nabi Ibrahim, penduduk Madyan, dll. Semuanya menggambarkan bahwa jika Allah mengadzab suatu kaum yang ingkar maka Allah akan menghancurkan semuanya tanpa tersisa. Hanya kaum yang ingkar saja yang dihancurkan sedangkan yang beriman akan diselamatkan.
Umat Muhammad berbeda dengan umat-umat nabi terdahulu dalam hal adzab. Jika umat para nabi terdulu mengingkari Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan langsung memberi adzab di dunia. Berbeda dengan umat Muhammad, adzab mereka telah ditangguhkan hingga hari pembalasan. Sebagai gantinya bagi yang ingkar atau bermaksiyat kepada Allah maka akan dikenai sanksi hukum di dunia. Sanksi ini ditegakkan oleh negara bagi pelanggar hukum yang terbukti bersalah di dalam pengadilan Islam.
Banjir, gunung meletus, gempa dan tsunami adalah salah satu peristiwa yang menunjukkan tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Rukun iman yang keenam yaitu beriman kepada qadha’ dan qadar baik dan buruk semata-mata dari Allah. Baik dan buruk dalam konteks menguntungkan atau tidak menguntungkan manusia adalah ujian semata dari Allah. Allah berfirman:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan.” (Q.S. Al Anbiya’: 35).
Manusia diuji dengan adanya bencana. Bagi orang beriman yang terkena bencana akan dijadikan sebagai syuhada’ di akhirat. Masyarakat diuji kepeduliannya, sedangkan untuk Negara diuji tanggung jawabnya dalam menangani bencana. Negara wajib hukumnya dalam menjamin pelayanan kepada umat sehingga jika teledor dapat diajukan ke pengadilan untuk disanksi.

Tanggung Jawab Negara
Islam datang dengan seperangkat hukum yang akan mampu menjadi problem solving atas semua persoalan yang dihadapi manusia. Islam memberikan solusi yang memuaskan akal dan menentramkan jiwa karena dibuat oleh Allah, Dzat yang mengetahui hakekat manusia, alam semesta dan kehidupan.
Manusia akan dimintai pertanggungjawaban dalam menangani musibah yang menimpa banyak orang, khususnya dalam hal ini adalah Negara. Negara wajib melayani umat secara menyeluruh dan layak. Negara tidak boleh beralasan tidak mampu karena keterbatasan anggaran. Kebutuhan pokok harus didahulukan anggarannya sebelum anggaran lainnya apapun juga namanya, bukan anggaran basa-basi dan mencoba menswastanisasi tanggung jawab Negara kepada masyarakat.
Anggaran yang berbasis APBN tidak akan menyelesaikan masalah dan banyak memunculkan persoalan karena hanya basi-basi dan anggaran hasil “kompromi” pemerintah dengan DPR. DPR telah menyetujui anggaran untuk bencana alam sebesar 150 miliar (www.vivanews.com). Untuk ukuran negeri yang “akrab” dengan bencana alam masih kecil jika dibandingkan dengan dana kunjungan para pejabat ke luar negeri yaitu 170 miliar. Apalagi dalam sistem APBN, jika alokasi untuk bencana kurang maka tidak bisa diambilkan dari dana kunjungan para pejabat ke luar negeri, rehabilitasi rumah pejabat, dan juga dana membeli mobil dinas pejabat. Akhirnya pemerintah mengajak masyarakat untuk bersama-sama bertanggung jawab atas bencana yang terjadi, dengan kata lain pemerintah ingin mengalihkan tanggung jawabnya kepada masyarakat.
Islam memberikan tanggung jawab penuh kepada Negara dalam penanganan bencana. Negara harus mengupayakan baik secara teknis atau pun dalam hal penganggarannya. Bagi individu atau masyarakat sangat dianjurkan kepeduliannya untuk membantu sesamanya sesuai dengan kemampuannya, terutama yang berdekatan dengan kejadian bencana.
“Dan hanya dia (imam) yang bertanggung jawab atas rakyatnya”. (H.R. Bukhari, Muslim, Imam Ahmad dan Tirmidzi)’
Secara teknis Negara harus memenuhi strategi dalam melayani urusan umat, yaitu sederhana dalam aturan, cepat dalam pelayanan, dan profesional dalam penanganan. Strategi ini bukanlah slogan kosong tanpa aplikasi, tetapi merupakan hukum syara’ yang harus ditaati oleh Negara dan para pejabatnya karena berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat baik dalam segala sesuatu.” (H.R. Muslim dari Syadad bin Aus)
Dalam penganggarannya, Islam memerintahkan negara agar mengambil uang dari Baitul Mal. Negara wajib menyediakan dana yang cukup untuk bencana sampai masyarakat dapat terlayani dengan baik. Jumlah anggaran tidak dibatasi dalam jumlah tertentu. Ukurannya adalah semua persoalan yang menyangkut bencana bisa terselesaikan dengan baik, sehingga kebutuhan yang tidak/kurang penting atau kebutuhan penting tetapi masih bisa ditangguhkan itu harus diabaikan. Jika Baitul Mal dalam keadaan kosong (walaupun hal itu kecil kemungkinannya), Islam telah memberikan solusi kepada Negara untuk menarik dharibah atau pajak dengan ketentuan sebagai berikut :
a.Dharibah hanya dipungut ketika terjadi kekosongan di Baitul Mal
b.Dharibah dipungut dari kaum muslimin yang kaya, orang non muslim tidak dipungut
dharibah demikian seorang muslim yang miskin
c.Jika sudah terdapat kecukupan anggaran, pemerintah menghentikan semua pungutan
dharibah
d.Orang kaya di dalam memberikan dana dhoribah harus secara sukarela dan tidak
boleh berorientasi mencari keuntungan.

Khatimah

Melihat ketinggian solusi yang diberikan Islam, maka seharusnya kita kembali kepada Islam dalam memecahkan setiap persoalan yang kita hadapi. Solusi kapitalisme terbukti gagal dan justru menambah persoalan-persoaln baru yang kompleks. Sesungguhnya hukum siapa yang lebih baik, hukum buatan Allah atau hukum buatan manusia ? Bagi yang berfikir maka akan memilih hukum Allah sebagai satu-satunya hukum yang dipakai.
Wallahu a’lam bisshowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar