Jumat, 21 Januari 2011

Akankah Kasus Century Segera Selesai ???

Isu century kembali menguat. Hampir setahun kabarnya meredup di tengah berbagai kasus hukum di negeri ini, mulai kasus mafia pajak Gayus, kasus mafia hukum, hingga ramainya pemberitaan tentang timnas PSSI. Namun di Bulan Januari Tahun 2011 ini, kasus century kembali dibicarakan oleh para pembesar negeri.
Berawal dari dikabulkannya judicial review pasal 184 ayat (4) UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, dan DPRD, yang berbunyi : Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak menyatakan pendapat DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPR yang hadir. Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan para pemohon dengan menyatakan bahwa Hak menyatakan pendapat DPR dapat digunakan sesuai Pasal 7B ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan : Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (www.detiknews.com). Hal ini membuat usulan menggunakan Hak Menyatakan Pendapat berkaitan kasus Century menjadi lebih mudah dilaksanakan.

Para politisi senayan pun kembali bersuara lantang,. Mereka mengatakan bahwa pintu bagi DPR untuk menggunakan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) terbuka lebar. Kejengkelan yang dirasakan para anggota DPR terhadap kinerja penegak hukum dalam penuntasan kasus Bank Century telah mendorong penggunaan HMP (www.mediaindonesia.com). Hak menyatakan pendapat sendiri adalah hak DPR sebagai lembaga untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Secara formal penggunaan HMP ini dalam kasus Century memang memungkinkan, mengingat DPR telah menggunakan hak angket dalam kasus ini sehingga berpeluang menggunakan HMP sebagai kelanjutan prosesnya. Apalagi dalam sidang paripurna DPR bulan Maret 2010 lalu, DPR memilih opsi C bahwa kebijakan dan pelaksanaan pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) dan Penyertaan Modal Sementara sebesar Rp. 6 trilliun kepada Bank Century sama-sama salah (www.metrotvnews.com).

Namun publik nampaknya masih meragukan langkah dan keseriusan para anggota dewan yang terhormat ini. Mengingat dalam sejarahnya, pengusutan century ini cenderung melempem pasca digantinya Menteri Keuangan Sri Mulyani, seakan target politik dalam pengusutan kasus century telah terpenuhi. Akan tetapi kasus century tiba-tiba kembali menyeruak sehingga masyarakat mencoba menebak apa yang target dewan kali ini. Terlebih politik pencitraan dan tebar pesona sedang ngetren. Para politisi menggunakanya untuk memperbaiki citranya yang cenderung turun di mata rakyat, termasuk menurunnya citra DPR akibat isu pembangunan gedung baru DPR senilai lebih dari satu trilliun dan berbagai masalah lainnya.

Politik dalam Islam dan Kapitalisme

Politik pencitraan wajar terjadi dalam sistem politik Kapitalisme karena paradigma politik dalam Kapitalisme adalah cara untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Sehingga para politisi mencoba mempertahankan kekuasaannya dengan berbagai cara termasuk dengan politik pencitraan pada publik. Sering terjadi sejumlah masalah yang begitu serius ditangani tiba-tiba hasilnya menguap begitu saja tanpa penyelesaian yang tuntas dan jelas seakan sengaja dibiarkan mengambang guna menunggu momen lain untuk dibahas kembali sebagaimana kasus Century ini. Masalah demi masalah dibahas namun tidak banyak solusi yang didapat dan dirasakan oleh masyarakat karena seringkali pembahasan tersebut hanyalah sandiwara untuk meningkatkan posisi tawar para politisi.

Inilah realitas politik dalam Ideologi Kapitalisme. Kapitalisme memandang dunia hanyalah permainan belaka sehingga hukum mereka pun disebut “rule of the game” alias aturan main. Dalam sebuah permainan, tidak ada masalah yang perlu diseriusi karena semua hanyalah permainan dan di akhir game itu akan ada pihak yang menang dan pihak yang kalah. Pemenang akan bergembira dengan kemenangannya itu, sedangkan pihak yang kalah bersedih dan masygul dengan kekalahannya namun tidak ada pertanggungjawaban atas permainan tersebut termasuk pertanggungjawaban akhirat. Kapitalisme memahami tidak ada kehidupan lain setelah di dunia ini sehingga tidak ada pertanggungjawaban di akhirat kepada Tuhan sang Khaliq, semuanya hanyalah permainan bahkan persoalan rakyat pun dijadikan mainan.

Di sisi lain penegakan hukum juga tidak terhindar dari kegiatan main-main ini, para pihak berperkara yang memiliki kekuasaan, kekuatan, serta kekayaan dengan enaknya bermain-main dengan hukum. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk meraih tujuannya termasuk dengan cara yang melanggar hukum. Kalau pun pelanggaran itu dipersoalkan dan diajukan ke pengadilan, mereka tetap bisa memainkan hukum sehingga lepas dari tuntutan. Mereka bergembira atas keberhasilannya melepaskan diri dari tuntutan hukum manusia tanpa beban dan rasa berdosa. Mereka lupa bahwa tidak ada satu pun manusia yang akan bisa melepaskan diri dari hukuman pengadilan akhirat milik Allah. Tidak ada suap dan tiada saksi palsu dalam pengadilan Allah, semuanya berjalan fair dan adil, sebagaimana firman-Nya :
"Kami akan memasang timbangan yang tepat pada Hari Kiamat sehingga tiada dirugikan seseorang barang sedikit pun” (TQS Al-Anbiya' [21]: 47).

Adapun Islam mengartikan Politik (As Siyasah) sebagai ar riayatus syu’un lil ummah dakholian wa khorojian bil hukmi atau pelayanan terhadap ummat dalam urusan di dalam dan luar negeri dengan hukum-hukum. Berdasarkan definisi politik seperti ini, maka politik dalam Islam ialah pelayanan para pemimpin ummat terhadap ummatnya berdasarkan hukum Islam. Pelayanan ini mencakup segala urusan publik, baik yang terjadi di dalam negeri seperti masalah penegakan hukum, pendidikan, kesehatan dll maupun urusan ummat di luar negeri seperti perjanjian damai, perdagangan luar negeri, maupun nasib warga negara yang bekerja di luar negeri.

Demikian juga dengan para wakil ummat yang berkumpul di Majelis Ummat, tugas mereka adalah menyampaikan aspirasi ummat kepada Khalifah (Kepala Negara) yang meliputi usulan, ketidaksetujuan, maupun saran tentang berbagai hal yang berhubungan pengelolaan Negara, dengan kata lain tugas pelayanan Majelis Ummat dalam Islam adalah mengontrol (Amar ma’ruf nahi mungkar) terhadap penguasa dalam menjalankan tugasnya melayani ummat.

Islam menjadikan politik sebagai salah satu hukum syara’ yang diwajibkan, artinya Islam mengatur hukum-hukum politik secara rinci sehingga amal politik melahirkan kemaslahatan bagi ummat di dunia maupun akhirat. Berpolitik bukan hanya urusan kekuasaan belaka, namun politik dalam Islam berkaitan dengan amanah pemimpin dalam mengurusi ummatnya. Ada banyak nash yang menjelaskan tentang kepemimpinan dan pelayanan ummat. Diantaranya sabda Rasulullah SAW yang menyatakan
“ Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungannya Allah yaitu : pemimpin yang adil …..” (HR. Tirmidzi).

Hadits di atas menjelaskan tentang sekelompok manusia yang akan mendapatkan naungan Allah di padang mahsyar, di mana saat itu seluruh manusia dikumpulkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia, sedangkan matahari terletak tepat diatas mereka. Seluruh manusia merasakan panas serta haus yang sangat hebat. Mereka sibuk dengan kesalahan diri sendiri yang telah diperbuat semasa di dunia, berbagai usaha telah dilakukan untuk memohon syafa’at kepada para nabi. Namun para nabi pun menjawab saya tidak dapat memberikan syafa’at kepada kalian karena aku sendiri punya dosa dan salah kepada Allah. Kecuali hanya Nabi Muhammad SAW yang dapat memberikan syafa’at, akan tetapi syafa’at beliau hanya diperuntukkan bagi kaum-kaum yang beriman dan bertaqwa. Selain itu juga ada kelompok yang mendapatkan perlindungan Allah SWT dari panasnya matahari di padang mahsyar, yaitu tujuh golongan manusia yang diantaranya adalah Imam (pemimpin) yang Adil,

Imam yang adil termasuk diantara tujuh kalangan yang akan mendapat naungan dari Allah di padang mahsyar. Allah memulai menyebutkan perihal penguasa adil ini sebelum menyebutkan enam kalangan lainnya, karena banyaknya kebaikan dan manfaatnya yang meluas. Diantara keutamaan seorang penguasa yang adil bahwa mereka akan dicintai oleh Allah. Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan tempat duduk mereka dekat dengan-Nya adalah imam (pemimpin) yang adil (HR. Tirmidzi).

Imam/penguasa yang adil yaitu setiap pemimpin dan penguasa yang memberi perhatian pada satu dari sekian banyak maslahat bagi kaum muslimin, lalu berbuat adil dalam hal itu. Dialah yang mengikuti perintah Allah untuk meletakkan segala sesuatu pada tempatnya tanpa berlebihan atau menguranginya (proporsional). Mereka menegakkan segala hal yang perlu baginya untuk ditegakkan berupa penjagaan syari’at-syari’at Allah, menjaga setiap hak-hak dan melindungi hak milik ummat, berjihad melawan musuh Islam, dan menegakkan hukum-hukum Allah di tengah-tengah mereka.

Imam/penguasa yang adil memiliki beberapa derajat dan kedudukan yang sangat tinggi di akhirat. Rasulullah SAW telah memberi kabar gembira berupa balasan yang sangat baik bagi mereka yang berbuat adil dalam penetapan hukum bagi orang-orang yang berada dalam pengayoman mereka, beliau Rasulullah SAW bersabda:
“ Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil disisi Allah akan berada diatas mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya berada di bagian tangan kanan ar-Rahman ‘azza wajalla, dan kedua tangan Allah keduanya kanan, merekalah yang berbuat adil dalam hukum mereka, terhadap keluarga mereka dan kepada orang-orang yang berada di dalam pengurusan mereka “

Namun pemimpin yang tidak adil dengan memberikan sesuatu bukan pada yang berhak, mengambil hak-hak ummat (korupsi), memberi kelebihan pada sebagian ummat yang mendukungnya dan mendzalimi rakyat yang mengkritisinya, mempermainkan urusan ummat, berbohong pada rakyatnya telah diancam oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya :
“Seseorang yang diberi amanat oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu mati ketika sedang menipu rakyatnya, maka Allah mengharamkan baginya syurga." (HR. Muslim)

Untuk itu hendaknya para pemimpin muslim dan para politisi Islam kembali ke syariat Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan amanah serta hukum-hukum Allah dengan adil di muka bumi sehingga tercipta keadilan dan kemaslahatan di bumi dan para pemimpin tersebut mendapatkan kemulian di depan rakyatnya dan di hadapan Allah SWT.

Wallahu a’lam bi ashowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar