Sabtu, 01 Januari 2011

MENUJU PEMBARUAN DENGAN PERADABAN ISLAM

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, sebentar lagi memasuki tahun baru 2011. Seolah sudah menjadi tradisi setiap terjadi pergantian tahun baru ribuan hingga jutaan orang tumpah ruah di jalanan, di tempat-tempat hiburan untuk merayakan pergantian tahun baru tersebut. Para pengelola pusat-pusat hiburan atau perbelanjaanpun telah mempersiapkan berbabagai acara untuk menarik pengunjung, seperti Taman Impian Jaya Ancol, di bulan desember 2010 ini mentargetkan 2 juta pengunjung, 280 ribu pengunjung ditargetkan pada puncak pergantian tahun baru, oleh karena itu pihak pengelola telah mempersiapkan berbagai macam hiburan seperti konser musik, nonton film, pesta kembang api, dan berbagai hiburan menarik lainnya (Poskota).

Pergantian tahun baru bagi kebanyakan manusia di jagad raya ini memiliki arti penting bagi kesenangan kehidupan dunia. Memang dari sekian acara yang digelar tidak lain hanya untuk bersenang-senang, memuaskan hawa nafsunya semata. Pemerintah kota/daerahpun ikut serta bahkan turut memfasilitasi agar perayaan tahun baru dapat berjalan lancar dan menarik, walaupun harus mengeluarkan biaya yang cukup besar, seperti yang dilakukan Pemkot Batam, dalam rangka memeriahkan perayaan Tahun Baru 2011 telah disiapkan pesta kembang api senilai Rp 180 juta yang berdurasi 15 menit (Kompas.com). Hal serupa mungkin juga dilakukan pemerintah daerah lainnya. Lantas, bagaimana dengan tahun baru Islam? Dan bagaimana pula pola pikir dan pola sikap mereka pada tahun baru yang akan datang?

Tahun Baru dan Kapitalisme

Perayaan tahun baru terkesan hura-hura betapa tidak, di malam tahun baru aneka pesta hiburan disuguhkan, tentunya akan menghabiskan biaya ratusan juta hingga milayaran rupiah, belum lagi pesta miras, narkoba, hingga sek bebas kerap mewarnai kalangan remaja, mereka bersenang-senang hanya untuk kesenangan sesaat, inilah fakta virus hedonisme. Faham hedonis ini, menjadikan kesenangan materi sebagai tujuan utama dalam hidup seseorang tanpa memperdulikan aspek cara pemenuhan kesenangan tersebut dengan jalan salah atau benar, halal atau haram. Perayaan tahun baru hanya untuk kesenangan hawa nafsu semata tanpa memperhatikan aspek aturan pencipta manusia, alam, dan kehidupan yaitu aturan Allah swt.

Negara pun ikut terseret dalam budaya hedonis, di samping turut serta memfasilitasi juga membiarkan acara hura-hura tersebut terselenggara. Dari tahun ke tahun budaya (peradaban) yang dikembangkan tidak mengalami perbaikan, akan tetapi malah menampilkan budaya (peradaban) yang rusak yang menyebabkan kemaksiatan (kemungkaran) semakin tersistem. Di bidang hukum misalnya, pengadilan selama ini dinilai tidak pernah memberikan keadilan khususnya bagi rakyat kecil, hukum yang ada saat ini ibarat pisau dapur yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas atau seperti jaring laba-laba yang hanya mampu menangkap yang kecil dan terkoyak bila berhadapan dengan mangsa yang besar. Para pelaku koruptor milaran hingga trillunan rupiah tidak pernah dihukum setimpal dengan perbuatan yang telah merugikan negara, akan tetapi malah banyak koruptor yang bebas dari tuntutan. Berdasarkan kajian ICW) yang dikeluarkan Minggu (5/9/10), memperlihatkan bahwa pada periode 1 Januari hingga 10 Juli 2010 sebanyak 54,82 persen terdakwa kasus korupsi justru dibebaskan oleh pengadilan umum, Sedangkan kasus-kasus kecil seperti kasus mbah minah yang mengambil 3 biji kakao seharga Rp. 2.000,- dihukumi 1,5 bulan penjara.

Di bidang ekonomi, Eksploitasi tambang secara besar-besaran oleh asing dibiarkan begitu saja, malah dilindungi dengan alasan investor asing, seperti tambang emas di Papua yang masih dikuasai PT. Freeport. Eksploitasi tersebut merupakan penjajahan ekonomi, karena telah merugikan negara milyaran dolar, akan tetapi anehnya hal itu tak membuat para pemimpin bangsa sadar untuk merubah kebijakannya agar pengelolaan tambang emas tersebut dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu rakyat (kepemilikan umum). Pengelolaan tambang migas maupun non migas dengan cara yang salah membuat jumlah penduduk miskin semakin bertambah banyak, hingga juli 2010 menurut BPS jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 31,02 juta atau 13,33 % (Tribunews.com).
Di bidang pendidikan, kebijakan UU BHP ataupun revisi dari UU tersebut pada ujungnya tidak akan pernah berpihak kepada rakyat kecil, perguruan tinggi hanya milik orang-orang kaya saja. Biaya pendidikan menjadi tanggung jawab lembaga terkait, mau tidak mau perguruan tinggi akan menaikkan biaya oprasional pendidikan dan orang tua dan mahasiswa yang akhirnya harus mengeluarkan biaya besar.

Ideologi kapitalisme dengan faham hedonis-nya benar-benar telah mempengaruhi faham dan standar perbuatan kaum muslimin di seluruh aspek kehidupan. Islam sebenarnya telah melarang kaum muslimin untuk tidak mengikuti pola pikir dan pola sikap atau budaya dari umat lain, karena hal itu bertentangan dengan aqidah dan hukum Islam, sebagaimana yang sabda Rasulullah SAW : “Barangsiapa yang menyerupai perbuatan suatu kaum, maka ia termasuk di dalamnya” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Ath-Thabrani). Allah SWT. firman : “Tidak akan pernah rela orang Yahudi dan Nasara hingga kalian mengikuti millah (pemikiran, pemahaman, peradaban, agama) mereka” (QS. Al Baqarah : 120). Seluruh pemikiran, peradaban yang bertentangan dengan aqidah dan hukum Islam tidak boleh untuk diambil, baik itu hedonisme, liberalisme, demokrasi, HAM, kapitalisme maupun sosialisme/komunisme, karena faham itu semua tidak berasal dari dinnul Islam, dan hanya akan menjerumuskan kepada jalan kesesatan. Oleh karena itu, semua peradaban kufur itu harus ditolak dan tidak boleh dijadikan pemahaman dan standar bagi kehidupan kaum muslimin, Rasulullah SAW. Bersabda : “Barangsiapa berbuat amal tidak sesuai dengan apa yang aku perintahkan maka tertolak” (Al Hadist).

Hijrah Kepada Peradaban Islam

Banyak di antara umat Islam yang telah melupakan penanggalan Islam (Hijriyah), mereka tidak menyadari bahwa saat ini telah berada dalam tahun 1432 Hijriyah. Mengikuti pergantian tahun baru hijriyah adalah untuk mengingatkan kita pada sejarah kejayaan peradaban Islam pada masa lalu. Dengan demikian, umat Islam dapat mengambil peradaban Islam untuk diterapkan kembali dalam kehidupan saat ini dan yang akan datang sebagaimana peradaban Islam yang pernah dibangun oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya serta generasi-generasi Islam berikutnya hingga keruntuhan peradaban Islam Utsmaniyah di Turki tahun 1924 atau 1346 H sekitar 86 tahun yang lalu.

Sejarah penanggalan hijriyah ditetapkan pada masa kholifah Umar bin Khothob ra setelah 5 tahun beliau menjabat sebagai Kepala Negara dengan pusat pemerintahan di Madinah. Pada masanya, beliau mengangkat beberapa wali (setara gubernur) yang salah satunya adalah Abu Musa Al Asy’ari ra. sebagai wali di Kuffah. Suatu ketika, kholifah Umar mendapat beberapa surat dari Abu Musa Al Asy’ari, adapun isi surat tersebut adalah “Kataba Musa Al As’ari Ila Umar Ibnul Khothob. Innahu Taktiina Minka Kutubun Laisa Taariikh” (Telah menulis surat Gubernur Musa Al As’ari kepada Kepala Negara Umar bin Khothob. Sesungguhnya telah sampai kepadaku dari kamu beberapa surat-surat tetapi surat-surat itu tidak ada tanggalnya). Kemudian Kholifah Umar ra. mengumpulkan para sahabat dan Tokoh yang ada di Madinah untuk bermusyawarah. Adapun agenda dalam musyawarah tersebut adalah membicarakan rencana pembuatan sistem penanggalan Islam. Akhirnya musyawarah yang dipimpin oleh Amirul Mukminin Umar ra. tersebut memutuskan awal yang dijadikan sistem penanggalan Islam adalah dimulai dari tahun Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Kemudian ditetapkan bahwa sistem penanggalan Islam tersebut dengan nama Tahun Hijriyah.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khothob ra. dan generasi-generasi Islam berikutnya tidak ada yang namanya perayaan tahun baru sebagaimana yang terjadi dalam perayaan tahun baru masehi, apalagi perayaan yang penuh dengan hura-hura seperti gaya pengikut hedonisme. Para sahabat dan generasi-generasi Islam pada masa peradaban Islam faham betul akan budaya/peradaban yang sesuai dengan Islam maupun yang bertentangan, mereka senantiasa berpikir berlandaskan aqidah dan hukum Islam. Bagi mereka pergantian tahun, bulan dan hari pada masa lalu ada sebagai renungan atas perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan dan dalam rangka ibadah mendekatkan diri kepada Allah SWT. seperti untuk penentuan puasa wajib ramadhan maupun puasa-puasa sunnah, haji dll. Mereka menjadikan kalender hijriyah sebagai acuan dalam pelaksanaan ibadah fardhiyah maupun untuk pengaturan urusan-urusan negara. Umat Islam saat ini seharusnya menjadikan kalender hijriyah dalam setiap harinya atau setiap bulannya bahkan setiap tahunnya sebagai acuan dalam menyemai dan melestarikan peradaban Islam.

Umat Islam kini telah memasuki tahun baru 1432 Hijriyah, namun Keadaan umat Islam hampir di seluruh penjuru dunia masih mengalami keterpurukan di seluruh aspek kehidupan. Momentum tahun baru hijriyah saat ini, harus dijadikan renungan dan kebangkitan bagi setiap individu muslim maupun mukmin, kelompok maupun negara untuk hijrah dari segala kemaksiatan kepada peradaban Islam. Hijrah dari berpikir kufur ke berpikir Islami, dari pemahaman kufur ke pemahaman Islam, dari aturan (hukum) kufur ke aturan (hukum) Islam secara menyeluruh bukan sepotong-potong, seperti penerapan hukum cambuk di Aceh bagi yang berkholwat (lawan jenis berduaan yang bukan mahramnya), atau hukum potong tangan di Arab Saudi bagi pencuri. Penerapan hukum Islam yang sepotong-potong justru akan menimbulkan kekacauan pemahaman dan keimanan di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, tahun baru harus dibarengi dengan hijrah kepada peradaban Islam agar kehidupan ini damai, sejahtera dan penuh kemuliaan, sebagaimana hijrah yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya dari Makkah (jahiliyah) ke Madinah dengan membangun peradaban Islam yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah RasulNya dan meninggalkan segala bentuk kejahiliyahan dan kemungkaran. Allah SWT. Berfirman: ”Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS.Al-Mukminun:71). Allah juga berfirman dalam surah Ar Ruum ayat 41: “Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Wallahu’alam bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar