Sabtu, 16 April 2011

ISLAM YES, ISLAMOPHOBIA NO !

Mulai Hari Senin kemarin, 11 April 2011 telah berlaku sebuah undang - undang baru di Perancis. Negeri dengan jumlah muslim terbesar di Eropa ini akan membuat aturan tentang larangan pemakaian burqa dan berbagai penutup wajah lain di tempat-tempat umum. Meski memicu perdebatan tentang kebebasan beragama, UU tersebut tetap akan diberlakukan. UU tersebut menetapkan wanita yang melanggar hukum akan dikenakan denda USD 210 dan akan diberikan penyuluhan untuk mengingatkan mereka nilai-nilai republik dari kelas sekuler dan kesetaraan gender (www.abigmessage.com). Pelarangan burqa ini juga berlaku di Jerman, Inggris dan Spanyol.
Pemberlakuan aturan tersebut sesungguhnya hanyalah contoh kecil dari banyak hal yang menunjukan ketakutan yang berlebihan kepada Islam. Bahkan sejumlah orang tua di sebuah kota kecil daerah Stanly Amerika Serikat menyampaikan keluhannya kepada dewan sekolah hanya karena ada seorang guru sekolah menengah menunjukkan sebuah Al Qur’an kepada muridnya di kelas dalam diskusi tentang perbedaan keagamaan di dunia. Penunjukan fakta Al Qur’an tersebut dianggap akan memberi “pengaruh” kepada para murid.
Ironisnya, ketakutan berlebihan terhadap Islam ini ternyata tidak hanya terjadi di negeri kufur, namun juga menghinggapi kaum muslimin di negeri Islam. Beberapa waktu lalu ada seorang dosen dari sebuah perguruan tinggi negeri ternama di Yogyakarta menulis di sebuah Koran Nasional. Dalam tulisannya tersebut, dia menampakkan “kegelisahannya” karena kesulitan mencari sekolah “netral” bagi putranya. Dia mengamati sudah semakin banyak sekolah yang menambah jam pelajaran agama di dalam pengajarannya. Bahkan sejumlah sekolah telah mengagendakan kegiatan ekstrakulikuler berupa kegiatan ibadah (berdo’a sebelum dan sesudah pelajaran, serta Shalat Dhuha dan Dhuhur berjamaah) pada jam pelajaran sekolah. Sungguh mengherankan ada orang tua yang keberatan putra-putrinya dididik menjadi orang yang bertaqwa. Namun inilah realitas sebuah masyarakat yang terjangkiti Islamophobia.

Agenda Kapitalisme dalam Melawan Islam

Runnymede Trust seorang Inggris mendefinisikan Islamophobia sebagai rasa takut dan kebencian terhadap Islam dan oleh karena itu juga pada semua Muslim, dinyatakan bahwa hal tersebut juga merujuk pada praktik diskriminasi terhadap Muslim dengan memisahkan mereka dari kehidupan ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan. Kebencian dunia barat terhadap Islam ini menurut Asep Samsul M. Romli dalam bukunya “Demonologi Islam”, merupakan dendam historis akibat kekalahan pada perang salib. Perang Salib adalah kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang dimulai oleh kaum Kristiani pada periode 1095 – 1291; biasanya direstui oleh Paus atas nama Agama Kristen, dengan tujuan untuk menguasai kembali Yerusalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan kaum Muslim. Namun setelah 9 kali berperang dalam kurun 200 tahun, pihak Kristen mendapatkan banyak kekalahan di berbagai medan ( http://id.wikipedia.org).
Kebencian ini berlarut-larut hingga masa kini bahkan semakin membuncah. Kaum kafirun merasa eksistensinya terancam terutama akibat pesatnya pertumbuhan Islam di Eropa dan Amerika. Menurut Mohammad Kudaimi, anggota Nawawi Foundation, sebuah lembaga pendidikan yang berbasis di Chicago, Amerika Serikat (AS), dalam lima tahun terakhir ini, agama Islam menjadi agama yang paling cepat perkembangannya dibandingkan dengan agama lainnya. Ia mengatakan, setiap harinya selalu ada warga negara non-Muslim AS yang memeluk Islam. Bahkan Menlu AS Hillary Rodham Clinton, seperti dikutip oleh Los Angeles Times mengatakan, “Islam is the fastest growing religion in America.”. Islam kini semakin mendapat tempat di hati masyarakat Eropa dan Amerika. Sejak menyebarnya Islam ke Eropa pada abad ke-7 Masehi melalui Andalusia (Spanyol) oleh pasukan Thariq bin Ziyad, panglima tentara dari Dinasti Bani Umayyah, benua putih dan biru itu seakan menjadi lahan subur penyebaran dakwah dan syiar Islam.
Dalam 30 tahun terakhir, jumlah kaum Muslimin di seluruh dunia telah meningkat pesat. Sebuah angka statistik menunjukkan, pada tahun 1973 penduduk Muslim dunia sekitar 500 juta jiwa. Namun, saat ini jumlahnya naik sekitar 300 persen menjadi 1,57 miliar jiwa. Jumlah pemeluk Islam yang terus berkembang, menyebabkan perubahan secara demografi. Di banyak wilayah, penduduk Muslim sudah lebih banyak ketimbang pemeluk Kristen Protestan dan Yahudi. Majalah terkemuka L'Express dalam sebuah artikelnya, bahkan berani memprediksikan bahwa dalam 20 tahun ke depan, Islam bisa menjadi agama dominan di ibu kota Belgia, Brussel. (http://zamzam19.blogspot.com). Maka benarlah firman Allah SWT :
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (TQS. Al Baqarah : 120)
Kondisi ini menjadi titik awal kampanye anti Islam yang menyebabkan Islamophobia di berbagai negara. Kaum kuffar melakukan perang pemikiran (ghazwul fikr) dan perang kebudayaan (Ghazwul Tsaqofi) dalam melawan Islam. Melalui kekuatan media dan dana yang dikuasainya,mereka mempengaruhi ummat manusia (Muslim maupun non-Muslim) dengan membuat sebuah persepsi publik bahwa Islam adalah agama yang penuh dengan kekerasan, kebencian, egois, tidak toleran dan membatasi pemeluknya dengan aturan-aturan yang ketat sehingga tidak adanya kebebasan di dalamnya yang berujung persepsi bahwa Islam adalah kuno, ekstrem, agama yang membawa kehancuran dan sebagainya.
Berbagai citra buruk terhadap Islam berupaya diciptakan barat melalui berbagai cara. Di Brazil cerita tentang Islam hanya berkisar tentang peperangan di Timur Tengah. Di Belanda, seorang anggota parlemen bernama Geerrt Wilder memproduksi film fitnah yang menggambarkan “kekejaman Islam”. Di Inggris, 20 tahun lalu terbit sebuah buku karya Salman Rushdie berjudul “ayat-ayat setan” yang menistakan Al Qur’an. Di Hollywod, AS, hampir semua film action menampilkan sosok orang arab sebagai teroris yang berniat menyerang Amerika Serikat. Akibatnya rasisme dan tindakan kekerasan kepada ummat Islam semakin meluas, khususnya pasca peristiwa pemboman Gedung WTC pada 11 September 2001.
Di negeri-negeri Islam, kampanye anti Islam diwujudkan dengan cara mengadu domba ummat Islam. Kaum kuffar dan pendukungnya memecah belah ummat Islam dengan berbagai julukan yang saling bertentangan : Islam Radikal Vs Moderat, Islam Tekstual Vs Kontekstual, Islam modernis Vs tradisional dsb. Kaum kuffar melabeli ummat Islam yang pro barat sebagai pihak yang memiliki pemikiran maju dan oleh karenanya difasilitasi untuk terus mempelajari Islam versi barat melalui beasiswa ke perguruan tinggi di Amerika, Canada, Eropa, dan Australia, termasuk bantuan pendanaan untuk kegiatan dakwah mereka. Sebaliknya, kaum muslimin yang kontra terhadap budaya barat dilabeli orang kolot, konservatif, terbelakang, fundamentalis, dan fanatik. Akibatnya banyak orang Islam merasa risih dengan syariat Islam, malu dengan budaya Islami, bahkan menolak penegakan syariat Islam serta mencukupkan diri menjalankan ibadah ritual (hablum min allah) belaka seraya meninggalkan syariat hablum min naas.

Melawan Islamophobia

Ada sebagian tokoh ummat yang cenderung masuk dalam logika berfikir kaum kafir barat dengan menjawab bebagai bentuk tuduhan tersebut secara berlebihan sehingga merubah ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Mereka berusaha untuk mengkompromikan antara Islam dengan pemikiran barat sebagai solusi untuk membendung Islamophobia. Upaya tersebut akan semakin menjauhkan dari ajaran Islam yang sesungguhnya serta mengaburkan pemahaman ummat Islam. Cara tersebut jauh dari solusi, justru dengan cara tersebut menjadikan Islam berada dalam posisi yang dilemahkan, karena Islam berada dalam posisi tertuduh dan baratlah yang memegang kendali. Selain itu Islam dan barat tidak akan mungkin dikompromikan, sehingga uapaya tersebut merupakan upaya yang sia-sia.
Islamophobia adalah salah satu bentuk ketakutan terhadap sesuatu, namun Islamophobia bukanlah problem psikologis. Phobia ini timbul akibat adanya pencitraan buruk Islam dan kaum muslimin. Oleh karena itu, satu-satunya jalan melawan Islamophobia adalah dengan menguatkan kegiatan dakwah Islam. Ummat Islam harus mengcounter balik semua opini barat terhadap Islam dan kaum muslimin. Ajaran Islam harus disampaikan secara menyeluruh tanpa menambah dan mengurangi sedikit pun. Selain itu, kita harus menyampaikan bahwa opini-opini buruk tentang Islam merupakan berita-berita bohong dan menyesatkan yang sengaja disampaikan oleh para penguasa negara kapitalisme dan pengekornya sebagai upaya melawan Islam. Mengikuti opini tersebut berarti mengikuti kaum kuffar dalam memerangi Islam.
Upaya tersebut harus senantiasa dilakukan hingga nampak secara nyata kebenaran Islam yang sesungguhnya dan kebatilan tuduhan orang-orang kafir. Hanya melalui amal dakwah dan amal shalih dalam kehidupan sehari-hari yang akan menghapuskan citra buruk Islam di mata ummat manusia. Sesungguhnya Islam adalah agama yang mulia dan sesuai fitrah manusia. Ummat Islam sendiri adalah ummat termulia, sebagaimana firman-Nya :
” Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (TQS. Al Imran : 110)
Moeflich, seorang dosen di UIN Sunan Gunung Djati, Bandung menemukan setidaknya ada empat alasan seseorang memilih menjadi mualaf. Pertama, karena kehidupan mereka yang sebelumnya sekuler, tidak terarah, tidak punya tujuan, hidup hanya money, music and fun. Pola hidup itu menciptakan kegersangan dan kegelisahan jiwa. Mereka merasakan kekacauan hidup, tidak seperti pada orang-orang Muslim yang mereka kenal. Dalam hingar bingar dunia modern dan fasilitas materi yang melimpah banyak dari mereka yang merasakan kehampaan dan ketidakbahagiaan. Ketika menemukan Islam dari membaca Al-Qur’an, dari buku atau kehidupan teman Muslimnya yang sehari-harinya taat beragama, dengan mudah saja mereka masuk Islam.
Kedua, merasakan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan yang tidak pernah dirasakannya dalam agama sebelumnya. Mr. Idris Taufik, mantan pendeta Katolik di London, ketika diwawancara televisi Al-Jazira. Mantan pendeta ini melihat dan merasakan ketenangan batin dalam Islam yang tidak pernah dirasakan sebelumnya ketika ia menjadi pendeta di London. Ia masuk Islam setelah melancong ke Mesir. Ia kaget melihat orang-orang Islam tidak seperti yang diberitakan di televisi-televisi Barat. Ia mengaku, sebelumnya hanya mengetahui Islam dari media. Ia sering meneteskan air mata ketika menyaksikan kaum Muslim shalat dan kini ia merasakan kebahagiaan setelah menjadi Muslim di London.
Ketiga, menemukan kebenaran yang dicarinya. Beberapa konverter mengakui konsep-konsep ajaran Islam lebih rasional atau lebih masuk akal. Eric seorang pemain Cricket di Texas, kota kelahiran George Bush, berkesimpulan seperti itu dan memilih Islam. Sebagai pemain cricket Muslim, ia sering shalat di pinggir lapang. Di Kristen, katanya, sembahyang harus selalu ke Gereja.
Keempat, banyak kaum perempuan Amerika Muslim berkesimpulan ternyata Islam sangat melindungi dan menghargai perempuan. Dengan kata lain, perempuan dalam Islam dimuliakan dan posisinya sangat dihormati. Mereka melihat posisi perempuan sangat dihormati dalam Islam daripada dalam peradaban Barat modern. Seorang convert perempuan Amerika bernama Tania, merasa hidupnya kacau dan tidak terarah jutsru dalam kebebasannya di Amerika. Ia bisa melakukan apa saja yang dia mau untuk kesenangan, tapi ia rasakan malah merugikan dan merendahkan perempuan (http://moeflich.wordpress.com).

Khatimah
Menampilkan kehidupan Islam secara kaffah dan mendatangkan rahmat untuk alam semesta merupakan perkara besar dan prioritas yang memerlukan peran seluruh ummat Islam Sejumlah aturan Islam memang dapat dilaksanakan secara individual namun mayoritas syariat Islam yang lain tidak mungkin bisa tegak tanpa dukungan sistem Islam. Peradilan Islam yang adil, sistem ekonomi anti riba dan anti eksploitasi, sistem sosial yang menempatkan hak dan kewajiban pria dan wanita secara proporsional dan berbagai aturan lainnya tidak bisa eksis tanpa keberadaan sistem Islam. Oleh karena itu terbentuknya sistem pemerintahan Islam yang mampu menjalankan syariat Islam secara keseluruhan adalah mutlak diperlukan.
Jika dengan menjalankan Islam secara terbatas saja mampu mendatangkan banyak maslahat, maka bila syariat Islam dijalankan secara kaffah di segala sektor kehidupan, niscaya Islam sebagai rahmatan lil alamin akan benar-benar terwujud dan kaum kafir berbondong-bondong menjadi muallaf tanpa harus dipaksa, sebagaimana firman Allah SWT :
“Ketika datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu akan melihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong…”(TQS. An Nashr : 1-2). Wallahu a’lam bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar